Rabu, 10 Agustus 2011

tentang sebuah

Aku tak tau tentang ini..
tentang mengapa kau menjadi diam..
tentang mengapa kau hindari aku..
tentang rasa yang membuatku bingung bersikap padamu..
serta tentang senyummu yang menyimpan makna..
tentang makna yang tak mampu ku terjemahkan..
tentang makna yang tak mampu kau ungkap padaku..

aku hanya tau tentang sebuah..
tentang mimpi..
tentang ingin..
tentang mimpi hidup bersamamu..
serta tentang ingin membangun mahligai rumah tangga dengan mu..
denganmu dan hanya bersama mu


*puisi ini kutulis untuk seseorang yang bayangnya terus mengusikku..

Kamis, 21 Juli 2011

Fenomena Gerakan Mahasiswasaat Saat Ini

Dalam banyak kesempatan mungkin kita sering mendengar kisah heroiknya para mahasiswa dalam memperjuangkan kebenaran yang sifatnya sangatlah idealis. Bahkan tumbangnya dua orde di Indonesia (orde baru dan orde lama) tak lepas dari peran serta keganasan mahasiswa saat itu, tapi pertanyaan saat ini apakah keganasan itu masih ada atau hanya sebagai nostalgia yang enak sebagai dongeng di dalam pelatihan pelatihan mahasiswa yg sangat formalitas.
Seakan pertanyaan itu adalah angin basah yang menyeruak di tengah kering kerontangnya nafas perjuangan mahasiswa saat ini, dalam sejarahnya mahasiswa ibarat koboi yang hadir ketika datang bandit dan segera menghilang sebelum orang sempat berterimaksih. lihatlah mereka datang bergelombang gelombang tatkala rezim fasis yang otoriter mulai mendzolimi masyarakat, dan manakala rezim itu tumbang, mereka telah kembali ke bangku bangku sekolah mereka, mengejar ketertinggalan mata kulaih karena aktivitas demonstrasi yang intens.
selayaknya seorang pahlawan, gerakan mahasiswa selalu asik dalam ruang perbincangan dan menjadi sorotan publik ditengah panggung keramaian, akhir akhir ini gerakan mahasiswa bukan hanya sekedar berada di tengah panggung tersebut melainkan di desak untuk kemudian terungsikan kepinggir gelanggang panggung, berbagai pemberitaan negatif (kerusuhan, pesta, teroris dll) mengemuka, integritas gerakan mahasiswa tengah di uji.
saya bukanlah hakim dan tulisan saya ini bukan vonis, saya hanya sedang mencoba berikhtiar memahami fenomena gerakan mahasiswa, sambil meletakkannya dalam konteks sejarah perkembangan gerakan mahasiswa saat ini.
Menurut hemat saya, fenomena ini terjadi karena gerakan mahasiswa yang terlambat memahami peta utuh imbas demokrasi, serta kurang kokohnya gerakan mahasiswa dalam menghujamkan kuda kudanya sebagai penahan dari erosi idealisme, maka bukanlah perkara yang sulit kita temui bahwa saat ini gerakan mahasiswa terjebak dalam lingkaran pragmatisme yang bersifat sangat oportunistik. Saya melihat gerakan mahasiswa begerak dengan menggantungkan gerakan mereka pada “arus atas” (alumni tokoh yang dekat, dll), maka manakala perjuangan mereka berbeda, gerakan mahasiswapun sangat mudah di cut.
Seharusnya semakin lama demokrasi kita berkembang, maka harus lebih tegas pula dalam hal pemosisian (positioning), pembeda (differiensiasi) dan merk (brand) yang mana kerja gerakan mahasiswa yang mana kerja “arus atas”. Hal ini dilakukan agar kemudian gerakan mahasiswa dapat menentukan pilihan perjuangan mereka. Apakah tetap ingin menjadi sebuah motor perubahan berbasiskan nilai (value political) atau menjadi motor yang bergerak karena pesan dari “arus atas” (praxis political) yang bergerak tanpa melibatkan kerja berfikir dan perdebatan diakletis yang argumentatif dengan segala pertimbangan.
Ini permasalahan mendasar bagi gerakan mahasiswa saat ini, dimana banyak dari orang orang pendahulu gerakan ini kini telah berkiprah dalam politik praktis dan lain sebagainya yang tentunya memilik banyak kepentingan, apakah gerakan mahasiswa masih bisa mempertahankan keorisinilan perjuangan mereka atau hanya sebagai penghantar issue yang ditipkan oleh “arus atas”.
Wallahu’alam bishowab

Senin, 06 Juni 2011

Demonstran (part 1)



Aku Patrikan diriku pada jalanan..
Cinta, tembang, lara berlagu bersama megaphone
Di bawah teriknya mentari..
Angin semilir memacu gelora semangat..

Aku tak, kaupun tak, kita tak faham
Bagaimana laut dengan cintanya
Mematrikan diri pada tebing terjal..

Sebenarnya aku masih ingin akrab dengan jalanan
Mengadukan segala rupa persoalan..
Tapi begitulah akhirnya..
Hari hariku kini kian tak utuh..

Hingga suatu saat aku akan hilang..
Karena aku hanyalah segelintir ayat
Di jagad-Nya yang luas ini..

Biarlah, kukabarkan pada dunia
Bahwa aku adalah seseorang..
Yang menanti dibuang..(Palembang, 9 mei 2011)

Selasa, 17 Mei 2011

Baturaja



Aku kembali
Setelah sekian lama pergi
Menemui dinginnya malammu
Dalam keharibaan sunyimu

Sungai ogan..
Derumu adalah nyanyian segala..
Tentang kecewa..
Tentang rindu..
Dan tentang perpisahan..

Kini ku berdiri di hadapanmu..
Tatkala senja mentari yang memerah..
Mengecup kulitku dari balik rerimbunan

Aku ingin bersama mu lebih lama lagi
Dalam dinginmu dan dalam sunyimu
Gemercik airmu adalah suara cinta..
Lambaian dedaunan adalah adalah tarian berjuta kasih..

Aku cinta padamu Baturaja..
Seperti engkau menerimaku dengan sejuta ragam budayamu(baturaja, 07 mei 2011)

Senin, 09 Mei 2011

Mandikan Aku Bunda



Sebut saja Dewi namanya. Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Dewi terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung pula, Dewi mendapat pendamping yang "setara " dengan dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Dewi baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Dewi meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula.
Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi. Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal " Dengan sigap Dewi menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. " Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya dewi bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Dewi bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya. Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Dewi, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Dewi bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif. Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya. Karuan saja Dewi yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi gusar.Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandikan Alif " begitu setiap pagi. Dewi dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian. Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. " Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency". Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya. Dewi, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan anaknya. Dan itu memang ia lakukan meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad sikecil, kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudah takdir, iya kan? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ?". Saya diam saja mendengarkan. " Ini konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Dewi tertunduk. "Aku ibunya !" serunya kemudian, " Bangunlah Lif. Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah


Di angkat dari kisah nyata

Selasa, 03 Mei 2011

TOLAK KOMERSIALIASI PENDIDIKAN


Rasanya sudah tidak ada perdebatan lagi diantara semua kalangan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan kolektif yang amat penting bagi masyarakat sebuah negara, dan sesuai dengan amanah konstitusi pihak yang berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan ini adalah Pemerintah.
Salah satu isu pendidikan yang akhir-akhir ini mendapat sorotan publik adalah masalah kebijakan. Kebijakan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan akan berhasil apabila kebijakan yang dihasilkan tidak saja rasional tetapi juga partisipatif. Pengalaman di Indonesia menunjukan, bahwa kebijakan-kebijakan pendidikan yang lahir selalu tidak memuaskan semua pihak. Bahkan, tidak jarang bernasib jelek. Fakta memperlihatkan, banyak kebijakan pendidikan di Indonesia pada tingkat implementasi menimbulkan persoalan serius. Bukan saja tidak berhasil tetapi pada titik tertentu menimbulkan persoalan baru. Karena itu wajar, jika ada diantara anak bangsa kembali mempersoalkan kebijakan-kebijakan pendidikan. Bukankah ini pertanda ada kegetiran sebagai akibat logis dari gonta-ganti kebijakan, padahal kebijakan yang sifatnya makro diharapkan tidak sedemikian nasibnya. Pada tingkat implementasi menimbulkan kebingungan dan kehawatiran pada rakyat Indonesia, Apa yang bisa dikatakan atas kenyataan ini, padahal sudah berapa anggaran yang dihabiskan. Jujur, bahwa sejauh ini perumusan kebijakan kurang mempertimbangkan aspek kesejahteraan rakyat.
Apakah negara melalui policy maker-nya kurang cerdas sehingga melahirkan kebijakan yang kurang cerdas pula, ataukah terlalu begitu saja mempercayai model rasionalitas instrumen yang dianggap sebagai metodologi paling efektif dan efisien untuk mengintervensi lajunya permasalahan pendidikan.
Rasionalitas instrumen yang dikembangkan merupakan tameng akademis. Pada satu sisi menafikkan realitas Kesejahteraan Rakyat yang berada dalam situasi senjang. Tentu kita tidak bermimpi dan tidak akan mau bermimpi agar sekolah dijadikan laboratorium praktik sebuah pasar yang bersembunyi dibalik jubah birokrasi pendidikan tingkat pusat yang memang determinan.
Kepentingan pendidikan tersebut harus diletakkan dalam konteks keberagaman realitas yang memang senjang. Di sinilah akan tercipta parelelisme dengan proses pembebasan manusia. Namun karena kepentingan yang positivistik, maka birokrasi pendidikan ironis sering tercabut dari masyarakat dan berlakunya bersifat determinan terhadap komunitas pendidikan. Pimpinan birorasi pendidikan hanya merupakan representasi kepentingan penguasa. Akibatnya kebijakan yang dilahirkannya inkrementalis. Olehnya kita terus mengalami situasi keterjebakan dalam lingkaran lama.
Untuk keluar dari situasi keterjebakan ini sudah saatnya kalau kita merunjukpada model rasionalitas komunikatif. Sebab, bukankah pendidikan juga merupakan salah satu sektor publik yang dapat mengemansipasi warganya.
Berangkat dari hal itu seharusnya pemerintah harus cerdas, format sekolah bertaraf internasional(RSBI) yang dilakukan pemerintah tidak hanya membuat aparatus sekolah memaksakan diri mereka untuk segera berganti “papan nama”, tapi juga membuat kesenjangan sosial, sebab format sekolah bertaraf internasional membolehkan sekolah untuk memungut biaya operasional pendidikan kepada peserta didik dengan angka sangat mahal, maka sekolah ini hanya bisa dinikmati oleh kaum kaya.
Maka dengan sangat tegas kami mengatakan “TOLAK KOMERSIALISASI PENDIDIKAN ; DENGAN MENINJAU KEMBALI KEBIJAKAN RSBI, TERAPKAN ANGGARAN 20% PENDIDIKAN DI LUAR GAJI GURU, NASIONALISASI ASET STRATEGIS BANGSA DEMI KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN INDONESIA”.
Palembang, 2 Mei 2011
Kordinator Lapangan


Chandra Baturajo

Kamis, 28 April 2011

o..Pahlawan negeriku


Di masa pembangunan ini”, kata Chairil Anwar mengenang Diponegoro, “Tuan hidup kembali. Dan
bara kagum menjadi api”.
Kila selalu berkata jujur kepada nurani kita ketika kita melewati persimpangan jalan sejarah yang
curam. Saat itu kita merindukan pahlawan. Seperti Chairil Anwar tahun itu, 1943, yang merindukan
Diponegoro. Seperti juga kita saat ini. Saat ini benar kita merindukan pahlawan itu. Karena krisis
demi krisis telah merobohkan satu per satu sendi bangunan negeri kita. Negeri ini hampir seperti
kapal pecah yang tak jemu-jemu dihantam gunungan ombak.
Di tengah badai ini kita merindukan pahlawan itu. Pahlawan yang, kata Sapardi, “telah berjanji
kepada sejarah untuk pantang menyerah”. Pahlawan yang, kata Chairil Anwar, “berselempang
semangat yang tak bisa mati.” Pahlawan yang akan membacakan “Pernyataan” Mansur Samin:
Demi amanat dan beban rakyat
Kami nyatakan ke seluruh dunia
Telah bangkit di tanah air
Sebuah aksi perlawanan
Terhadap kepalsuan dan kebohongan
Yang bersarang dalam kekuasaan
Orang-orang pemimpin gadungan
Maka datang jugalah aku ke sana, akhirnya. Untuk kali pertama. Ke Taman Makam Pahlawan di
Kalibata. Seperti dulu aku pernah datang ke makam para sahabat Rasulullah saw di Baqi’ dan Uhud
di Madinah. Karena kerinduan itu. Dan kudengar Chairil Anwar seperti mewakili mereka:
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Tulang-tulang berserakan itu. Apakah makna yang kita berikan kepada mereka? Ataukan tak lagi
ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita Arab yang tak
lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid? Ataukah tak lagi ada ibu yang mau, seperti
kata Taufiq Ismail di tahun 1966, “Merelakan kalian pergi berdemonstrasi..Karena kalian pergi
menyempurnakan..Kemerdekaan negeri ini.”
Tulang belulang berserakan itu. Apakah makna yang kita berikan kepada mereka? Ataukah, seperti
kata Sayyid Quthub, “Kau mulai jemu berjuang, lalu kau tanggalkan senjata dari bahumu?”
Tidak! Kaulah pahlawan yang kurindu itu. Dan beratus jiwa di negeri sarat nestapa ini. Atau jika
tidak, biarlah kepada diriku saja aku berkata: jadilah pahlawan itu.

Selasa, 26 April 2011

Transisi Rektorat

(Ekspektasi kritis proses pemilihan Rektor IAIN Raden Fatah Palembang)
Oleh : M. Chandra (staf Kemensospol BEM IAIN)

Rasanya sudah tidak ada perdebatan lagi di semua lini kalangan bahwa kehidupan kampus dengan fasilitis ilmiah adalah kebutuhan yang harus menjadi preseden dalam kehidupan kampus. Hal ini dianggap sangat reasonable untuk diimplememtasikan secara aplikatif guna menunjang kehidupan kampus yang berimplikasi pada kampus yang prestatif.
Harapan itu kemudian muncul kembali saat issu pemilihan Rektor IAIN Raden Fatah Palembang menggelinding, ada sebuah ekspektasi yang begitu besar dalam diri mahasiswa kepada Rektor baru yang akan memipin kampus kita, kita tidak menginginkan Rektor kedepan yang akan memimpin kampus kita adalah Rektor yang jika bicara ia berpuisi dan jika bertindak, tindakanya menjadi prosa, begitu complicated untuk ditafsirkan karna begitu normatif.
Dalam situasi yang seperti ini saya mengajak rekan rekan mahasiswa sekalian untuk sama sama mengawasi proses transisi rektorat ini, agar supaya rektor kita kedepan sesuai dengan apa yang kita inginkan, serta bisa membuat kebijakan kebijakan yang sarat dengan sisi pragmatis mahasiswa secara keseluruhan, harapan kita rektor kedepannya adalah rektor yang mampu membuat komitmen serta konsisten dengan cita cita perbaikan kampus di segala lini. Reformasi birokrasi administrasi, transfaransi penggunaan anggaran, serta pembangunan kampus dengan fasilitas ilmiah. Hal ini hanya bisa dilakuak oleh manusia yang visioner maka kedepannya kita sangat berharap siapapun rektor yang terpilih, ia adalah manusia yang memliki visi dan program perbaikan kampus yang yang jelas (Visioner)serta siap dievaluasi bersama unsur mahasiswa.
Issue pemilhan rektor in membuat banyak kalangan bermanuver poltik, saya berkesimpulan silahkan siapa saja untuk memainkan peran politiknya, asalkan hasilnya memang sesuai dengan ekspektasi bersama. Denga point-point yang saya ajukan di awal tulisan tadi yaitu rektor yang mampu membuat komitmen seta konsisten dengan cita cita perbaikan kampus di segala lini. Reformasi birokrasi administrasi, transfaransi penggunaan anggaran, serta pembangunan kampus dengan fasilitas ilmiah serta lain sebagainya.
Saya bersama sahabat sahabat saya di kementrian sosial politik BEM IAIN mengajak seluruh elemen mahasiswa untuk sama sama proaktive dalam mengawal proses ini, walaupun yang memiliki hak suara hanyalah para senator kampus, tapi dalam tulisan ini saya mencoba mengetuk hati para senator kita agar memilih rektor kedepannya sesuai dengan harapan mahasiswa tidak melakukan politik dagang sapi dalam memberikan suaranya.
Twitter : @moh_chandra

children of pragmatisme

Oleh : Chandra Baturajo (ka. Dept. Kebijakan Publik KAMMI Intifadha)

Mahasiswa adalah pilar kebangkitan bangsa, sejarah telah banyak menceritakan kesuksesan kalangan mahasiswa dalam mengusung perubahan, sebagai seorang agent of change, social control dan iron stock, sesungguhnya mahasiswa mempunyai hak dan kewajiban sejarah dalam merespon berbagai masalahan kebangsaan.

Tapi sejarah yang begitu besar, dewasa ini hanya menjadi dongen dalam diskusi diskusi mahasiswa, dari begitu banyak jumlah mahasiswa hanya beberapa orang yang masih peduli terhadap gerakan mahasiswa, selebihnya hanya peduli dengan diri sendiri (infirodi). Mahasiswa lebih disibukkan dengan BUTA PESTA (buku, cinta, dan pesta), apatisme mahasiswa sekarang sangat berpegaruh pada kondisi gerakan mahsiswa sebagai balance dari setiap kebijakkan pemrintah, cobalah dilihat aksi-aksi yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa sekarang tak lebih hanya 30 orang, aksi seperti ini tak akan melukai pemerintah, wajar kalau penguasa sekarang bertindak semena-mena sebab mahasiswa sekarang telah mejadi children of pragmatisme

Salah satu isi dari tri dharma perguruan tinggi adalah pengabdian, kata pengabdian adalah pengejawantahan dari kepekaan mahasiswa terhadap rakyat bangsa ini. Tapi proses pengabdian mahasiswa sekarang sudah begitu kendor kalau tak mau dikatakan teledor, dunia yang begitu materealis menggiring mahasiswa pada kehidupan yang begitu hedonis, tak ada tedensi untuk melakukan perubahan, pada hal bung Karno pernah berkata “ pemuda yang berusia 20, 21.. yang tidak mau berfikir dan berjuang untuk negaranya maka pemuda yang seperti ini sebaiknya digunduli saja kepalanya”

Gerakan aktivis masjid kampuspun yang dahulu menjadi salah satu motor penggerak reformasi sekarang memilih mejadi “sufi masjid” yang pekerjaannya hanya tidur dan ber“gossip” ria seputar lawan jenis di dalam masjid kampus. Serta gerakan perlawanan lainnya lebih memilih menjadi “paguyuban demonstran” yang menukar idelisme dengan beberapa lembaran rupiah, fenomena ini semakain membuat compleceted permasalahan yang dihadapi gerakan mahasiswa.

Dari masalah yang begitu kompleks menggelayuti tubuh gerakan mahasiswa ini secara signifikan, dapat kita lihat bahwa mahasiswa dewasa ini hidup untuk diri sendiri, dan berfikir untuk kepentingan kantong pribadi, padahal sejatinya mahasiwa itu adalah golongan tengah yang menjadi elemen perekat antara penguasa dan rakyat jelata. Maka menurut hemat saya gerakan mahasiswa adalah gerakan moral yang mejadi penyeimbang atas setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang tengah berkuas sekarang.

Kamis, 21 April 2011

hidup sehat

7 kebiasaan Tidur Sehat
1. Ciptakan lingkungan yang kondusif
Singkirkan benda-benda seperti radio dan televisi dari kamar tidur. Kamar adalah tempat untuk tidur, bukan menonton televisi. Orang akan mudah tertidur ketika ruangan lebih dingin dibandingkan hangat. Karena itu, ciptakan ruangan yang sejuk.

Matikan lampu, karena otak lebih mudah mempersiapkan tubuh untuk tidur di ruangan gelap. Pastikan seprei selalu bersih. Bantal, guling, dan kasur juga harus nyaman agar kita bisa tidur nyenyak.

2. Atur waktu tidur dan bangun yang konsisten
Setiap orang punya jam biologis yang mencatat dan melacak pola tidur. Ketika tubuh punya pola tidur teratur, otak secara otomatis akan mengirim sinyal ke tubuh untuk rileks dan pergi tidur. Tubuh pun secara otomatis akan bangun ketika sudah cukup mendapatkan istirahat.

3. Jauhi obat tidur
Jauhi kafein dan nikotin di malam hari karena dapat mengganggu istirahat. Kafein adalah stimulan yang mengaktifkan otak, sedangkan nikotin mempercepat metabolisme, sehingga tubuh Anda tetap energik. Pilihlah susu atau cokelat hangat sebelum pergi tidur.

4. Olahraga teratur
Hindari olahraga berat dekat dengan waktu tidur karena peningkatan temperatur tubuh akan membuat Anda terus terjaga. Idealnya, olahraga dilakukan 4-6 jam sebelum pergi tidur. Supaya tetap sehat dan tidur nyenyak, gerakkan tubuh 20 menit sehari.

5. Turunkan suhu tubuh
Orang cenderung cepat jatuh tertidur ketika suhu tubuhnya menurun. Jadi, sebenarnya mandi air panas sebelum tidur justru tidak mempercepat tidur.

6. Jangan paksa diri untuk tidur.
Jika tak bisa tidur, coba keluar dari kamar dan lakukan sesuatu yang lama-kelamaan membuat Anda mengantuk. Contohnya menonton televisi, membaca, atau mendengarkan musik yang lembut. Segera kembali ke kamar ketika kantuk mulai menyerang.

7. Hindari tidur siang.
Tidur siang dapat mengganggu pola tidur Anda. Tidur siang menjamin Anda mendapatkan cukup istirahat hari itu, sehingga malam Anda jadi terjaga

Sabtu, 16 April 2011

HIDUP MATI INDONESIA KU

HIDUP MATI INDONESIA KU

Assalamualaykum Warohmatullah Wabarakatuh

Salam Anti Pembodohan
Hidup Mahasiswa

Rasanya sudah begitu bosan kami melihat panggung politik Indonesia Saat ini, begitu mengeksploitasi kepentingan orang banyak demi kepentingan segolongan elit bangsa. Kasus yang saat ini sedang hangat-hangatnya dibicarakan adalah permasalahan skandal century yang merugikan Negara kurang lebih 6,7 triliun rupiah lebih

Kasus yang begitu sangat menghebohkan Indonesia ini diduga melibatkan sejumlah petinggi-petinggi bangsa seperti wakil Presiden Budiono yang pada saat terjadinya proses bailout tersebut beliau menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia serta Sri Mulyni Indrawati selaku ketua KSSK pada saat itu yang juga menjabat sebagai Mentri Keuangan. Berapa bulan terakhir pemberitaan di media massa semuanya membicarakan permasalahan ini dan pada akhirnya para anggota pansus menjadi selebritis mendadak, sejatinya anggota pansus harus berpihak pada kepentingan rakyat tapi ironisnya para anggota pansus lebih mengedepankan kepentingan kelompok dan golongan sebut saja partai penguasa yang begitu gencar memaksa partai koalisi agar berpihak pada mereka untuk menutupi kebenaran contohnya ancaman Reshufle cabinet, mafia perpajakan serta metode-metode lain yang mereka gunakan hingga membuat beberpa partai koalisi enggan menyebutkan nama orang yang bersalah dan bertanggung jawab terhadap masalah ini, katanya negeri ini negeri hokum tapi kenapa ketika yang bermasalah itu pejabat tinggi Negara maka harus ditutup-tutupi. Sejak pertama kali pansus ini dibentuk permasalahan itu terus terjadi, anggota pansus dari partai penguasa terus-terusan membahas hal-hal yang tidak substantive untuk dibahas bahkan mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya dilontarkan pada forum yang disaksiskan oleh seluruh rakyat Indonesia, ini tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masarakat. Carut marutnya kondisi perpolitikan saat ini ditambah pula dengan gaya KPK yang sudah mencerminkan ketakutan untuk menyelesaikan masalah ini dengan statemennya yang mengatkan penyebutan nama di pansus itu membuat pansus sudah tidak objektif lagi, ada apa dengan KPK ? atau KPK telah terlobi oleh orang-orangnya partai penguasa ? kalau benar, maka siapa lagi yang harus kita percayai untuk menyelesaikan Skandal Century ini ?

Berangkat dari permasalah di atas maka kami dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia mengajak kepada seluruh mahasiswa dan rakyat yang peduli terhadap nasib bangsa bersama-sama kita kawal kasus century ini agar selesai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia serta menghimbau kepada lembaga terkait untuk segera menuntaskan permasalahan ini dan menununtut agar Sri Mulyani dan Budiono agar segera MUNDUR dari jabatannya selaku orang yang paling betanggung jawab atas kerugian Negara sebesar 6,7 triliun rupiah.

Hidup Mahasiswa
Merdeka Rakyat Indonesia
Palembang 1 Maret 2010
Ketua Dept Kebijakan Publik
KAMMI komisariat Intifdaha



M. Chandra(085267467660)