Sabtu, 07 Juli 2012

rangkaian kata keabadian

dinda..aku ingin rangkai kata ini../ Menjadi syair menjadi sajak../ Sebab sajak adalah keindahan../ Dan kau bagian dari keindahan../ dinda..Aku ingin lukis langit../ penuh warna menjadi pelangi../ Sebab pelangi adalah pesona../ Dan keindahanmu adalah pesona../ dinda..Aku ingin pahat batu../ Menjadi catatan keabadian../ Sebab namamu terpahat abadi d sanubariku../ Menjadi sajak.,/ menjadi pelangi../ Menjadi abadi../

menggagas format Indonesia masa depan

ABSTRAK Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi objektif bangsa ini, apa permasalahannya dan hal apa yang kemudian dijadikan rujukan penyelsaian dan solusi untuk mengeluarkan bangsa ini dari keterkungkungan ketidakmampuan menjaga amanah dan cita cita kolektif masyarakat bangsa ini kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. A. Pendahuluan Indonesia adalah tamsil kenegaraan. Membaca Indonesia adalah membaca pemerintah. Sedang Indonesia ibarat manusia yang berkembang dari usia muda, dewasa, hingga tua. Saat ini Indonesia berada dalam usia dewasa. Beragam kemungkinan menunggu di masa depan. Entah kelak menjadi negara kuat dan besar atau masih dalam failing state (negara tidak berhasil) atau bahkan tersentak dalam failed state (negara gagal). Jamak diketahui, Indonesia berjimbun sejarah, mulai dari kekelaman, kealpaan, kegelapan, hingga membentuk sebuah harapan. Sebuah negara hasil interaksi bermacam unsur tematis dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak tahun 1945. Semua bidang mewujud dalam satu paket kenegaraan, baik ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, dan militer. Realitanya, saat ini Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Di sisi lain, menurut proyeksi lembaga kependudukan dunia, penduduk bumi akan berhenti tumbuh di sekitar 2050 pada jumlah total mencapai 9,15 milyar jiwa. Indonesia akan tetap berlangsung dalam periode demographic bonus hingga tahun 2040. Periode ini merupakan jendela peluang di mana tingkat ketergantungan di Indonesia berada pada posisi terendah. Di satu sisi, dalam konteks demikian, Indonesia yang tak kunjung memiliki sistem perekonomian yang cocok. Pelbagai sistem telah dipakai namun tak ada yang berhasil. Indonesia gamang menentukan komposisi yang pas antara peranan pemerintah dan dunia usaha dalam meningkatkan perekonomian negara. Indonesia hingga kini tak mampu mengambil manfaat akan luasnya wilayah NKRI yang membentang seluas Eropa Barat dan memiliki tempat strategis bagi transportasi laut. Sumber daya alam Indonesia sangat melimpah. Endapan gas alam dan minyak bumi, serta batu bara, begitu berlimpah di republik ini. Di Papua dan beberapa pulau tertentu di Sulawesi dan NTB juga terdapat endapan mineral yang dapat ditambang untuk puluhan tahun ke depan. Maka, jika kondisi ini tetap bertahan, minimal hingga tahun 2020, Indonesia bakal masuk dalam kategori negara yang tidak berhasil (failing state). Kondisi kelam ini juga disebabkan oleh perjalanan Indonesia yang mulai sejak merdeka penuh dengan bias penjarahan kekayaan alam. Hal ini harus segera dituntaskan. Jika tidak, republik ini terancam menjadi negara gagal (failed state). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi bangsa Indonesia saat ini ? 2. Apakah sistem dan format terbaik bangsa ini ? C. Pembahasan a. Kondisi objektif Apakah Indonesia itu? Pertanyaan ini sederhana tetapi mendasar. Indonesia bukan hanya nama sebuah negara, tetapi juga sebuah bangsa yang memiliki sejumlah realitas-obyektif: baik dari segi geografisnya, budayanya, keragaman penduduknya, adat-istiadat dan agamanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk (plural). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan yang membentang dari Sabang (Aceh, Pulau Sumatera) sampai Merauke (Papua), secara geografis terdiri lebih dari 13.667 pulau. Letak geografisnya di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Hindia/Indonesia dan Pasifik). Negeri yang dilalui garis Kathulistiwa dan demikian luas ini beriklim tropis, dan memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Dari sudut demografi, Indonesia berpenduduk sekitar 210 juta jiwa lebih dan berada pada urutan keempat besar dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari sudut kekayaan budayanya, Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multietnis, dengan lebih dari 100 etnis atau subetnis. Tercatat juga 583 bahasa dan dialek lokal di seluruh Indonesia, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Indonesia juga merupakan negara multireligius di mana terdapat berbagai agama, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama), yang secara filosofis terungkap dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. b. Permasalahan Sebenarnya hampir tak terjadi lagi perdebatan diantara banyak kalangan bahwa saat ini Indonesia mengalami banyak persoalan, dihadapan kita seolah tanpa filter lagi kita disajikan dengan pelbagi persoalan negeri yang nyaris tanpa penyelesaian, baik persoalan korupsi yang saat ini melibatkan hamper dsetiap lini pemerintahan Indonesia, belum lagi persoalan keadilan yang begitu pandang bulu, apalagi kalau kita menelisik persoalan kesejahteraan rakyat. Maka wajarlah jika ada sebagian anak bangsa yang mempersoalkan dimana letak keberpihakan Negara terhadap rakyatnya ? bahkan beberapa anak bangsa memaksakan mosi tidak percaya terhadap Negara. Saya fikir ini adalah permasalahan yang sangat serius dan musti dicarikan jalan keluarnya. Padahal rasa keadilan masyarakat adalah modal utama memangun bangsa. Menurut Dr Fuad bawazir yang dikutif oleh Taufik Amrulah kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia. Lalu apa yang musti dilakukan ? dan darimanakah kita mulai membenahinya ? masih menurut Taufik Amrulah, ada tiga persoalan yang mendasar bangsa ini yang harus dibenahi. Pertama, kemandirian bangsa yang semakin tergadai, pemimpin negeri ini bahkan tidak mampu keluar dari pengaruh neoliberalisme yang dianut oleh cabinet ekonomi Indonesia sendiri. Privatisasi sebagai kedok menjual asset pada asing malah terus dilanjutkan, disektor pertambangan masih sangat kuat bahkan terus dilanjutkan seperti renegosisi blok cepu dengan exxonMobile, Freeport dan Newmont. Pulau pulau perbatasan dicaplok bahkan malah diperjualbelikan. Penjajahan gaya baru menandakan bahwa negeri ini tidak pernah benar benar merdeka, bahkan indikasi kembalinya neokolonialisme (the creeping back of neocolonialism) semakin jelas Kedua, kegagalan mengelola transisi reformasi nasional. Masa transisi berkepanjangan sejak reformasi ’98 menjadi persoalan di setiap sector. Pemimpin bangsa di era reformasi gagal melakukan konsolidasi kebangsaan untuk membawa Indonesia take off menjadi salah satu raksasa Asia. Bahkan harus tertingal dari Thailand, Malaysia bahkan Vietnam Ketiga, kelemahan pemimpin yan berkuasa. Tidak dapat dihindari bahwa dominasi asing dan pertarungan kekuasaan di Indonesia amat keras. Itu kenapa mahasiswa Indonesia harus mengidolakan seorang Ahmadinejad yang sederhana tapi kukuh membangun nuklir untuk perdamaian, atau evo mireles dan Hugi chaves yang berani menasionalisasikan asset? Rakyat merindukan hadirnya pemimpin yang punya karakter kuat dan punya visi kebangsaan, sehingga Indonesia kembali disegani sebagai macan Asia. c. Indonesia masa depan, mendaras ulang kemardekaan dan memaknai kembali tujuan berdemokrasi Lebih setengah abad bangsa Indonesia melewati masa masa kemardekaanya. Kemardekaan yang merupakan impian setiap bangsa di kala berada dalam suasana terpenjara, tertindas dan terhegemoni oleh kekuatan luar. Semngat kemardekaan yang mampu memompa adrenalin kepahlawanan untuk gigih berjuang secara frontal dan berkorban dihdapan para penjajah tanpa harus memikirkan nasibnya sendiri. Tatkala kemardekaan diraih dengan semngat nasionalisme, seharusnya kondisi yang mencerahkan pada generasi berikutnya terealisai.namun kenyataannya, alih alih menjadi kenyataan, harapan pun relative tidak terakomodasi. Semngat nasionalisme tidak mampu menghantarkan penerus bangsa ini kealam kehidupan yang lebih baik. Bangsa ini masih tertatih tatih untuk membuktikan dirinya sebagai angsa besar karena semngat perjuangan para pendahuluna. Segudang persoalan masih menganga didepan mata ditambah runtuhnya jati diri bangsa ang kuat dan utuh nyata dipelupuk mata. Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Ironisnya, peran penguasa hingga saat ini terkesan tidak perduli pada realitas masyarakat yang semakin jauh meninggalkan cita cita ideal nasionalisme. Kentalnya sikap oportunis politik semakin mengurai ikatan sosial bangsa. Riak riak perlawanan yang mengarah pada sikap separatis berbagai daerah disikapi dengan tidak arif dengan mengedepankan kebijakan tambal sulam dan cenderung militeristik. Bukan kemudian menganalisa penebab perlawanan yang lebih berupa ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik. Ketidak adilan dan cita cita kemerdekaan yang semakin hari semakin menjauh menyebablan sebagian anak bangsa mencoba untuk kembali mengarah luruskan cita cita kemardekaan yang sempat terbelokkan oleh prilaku politik ang culas. Tentunya masih sangat tajam aroma perlawanan kaum muda ‘98 dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya. Keruntuhan imperium orde baru memberikan tanda bahwa era baru akan segera tiba, namun harapan tinggalah menjadi harapan, sementara nyatanya masih jauh panggang dari api. Kita kembali disodorkan dengan kondisi kebangsaan yang nyaris tak ada beda dengan ketika soeharto memimpin, sepertinya kita hanya mendapatkan kebebasan dalam hal menyampaikan pendapat (demokasai) sayangnya semnagat demokrasi itu tidak menyentuh substansi dari persoalan masyarakat itu sendiri, yaitu kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi yang melahirkan pilihan pada system perwakilan hanya menghasilakan elit alit tertentu yang memperkuat kecenderungan pola demokrasi elitis yang disinyalir sebelumnya oleh geatano mosca. Demokrasi elitis menegaskan realitas bahwa di setiap masyarakat, pihak pihak tertentu hasil pilihan mayoritas membuat keputusan keputusan besar. Dalam konteks ini, oligarki kekuasaan bermetamorfosa dalam bentuk baru dan senantiasa hadir setiap saat. Bakan sulit mengatur pemerintahan tanpa menerima keberadaan seorang atau sekelompok mayoritas masyarakat atau sekedar mengajak partisipasi masyarakat dalam suatu urusan public (Fahri Hamzah 2010 : 81) Sebenarnya demokrasi bukan sekedar ajang prosedural di mana masyarakat hanya berkutat pada hiruk pikuk imabas kebijakan alam demokrasi, mulai dari terbukanya akses demokrasi langsung lewat pemilhan umum langsung, ataupun penyebaran dan akses informasi yang lebih merata di ruang public serta sikap kritis lebaga lembaga sosial kemasyarakatan dalam menganalisa setiap tindak tanduk penyelenggara Negara. Namun, juga sikap kerelaan untuk berkorban dan mengedepankan kepentingan bersama dan kelompok. Memang bukan persoalan mudah untuk mewujudkan demokrasi yang bersifat substansial dengan tujuan tujuan mulia yang dikandungnya. Negara dan rakyat adalah dua penopang utama demokrasi yang saling mengawal sikap satu sama lain. Jika kita lelah dengan kehidupan demokrasi yang cenderung lambat dan memakan korban, maka kitapun lebih lelah dengan kehidupan otoriter yang tidak sekedar mengancam kehidupan kita, namun juga generasi-generasi masa depan Kita memaklumi kekecewaan sebagian pihak yang memandang euphoria reformasi tidak sekedar membawa berkah, namun juga bencana bagi segelintir orang yang kalah dalam pertarungan politik yang mengikuti alur demokrasi. Alam demokrasi memungkinkan peran dan partisipasi rakyat yang lebih besar dalam lingkup kekuasaan. Kekuasaan adalah amanah berdasarkan kebebsan dan kedaulatan rakyat yang diembankan di atas pundak para pengelola Negara, berbagai kebijakan sosial dan politik ang dikeluarkan oleh Negara memperoleh porsi ang besar untuk menuai tuntutan tanggung jawab dan kritik. Lebih dari itu, penyelewangan atas tanggung jawab dan kebijakan yang tidak memiliki imbas positif dan merata pada sekuruh rakyat, akan menuai sanksi sosial dan politik dari rakyat. Dalam literatur politik yang mengusung niali dan makna demokrasi, demokrasi memang cenderung menghasilkan sebuah proses yang lambat. Sebab proses tersebut sarat dengan dialog, kompromi, konspirasi, kompensasi hingga konsesus tanpa henti. Demokrasi bagi para pengagumnya membutuhkan kesabaran dan keuletan politik dengan tetap menyisakan ruang publik yang menata hubungan antar individu atau antara pihak yang diperintah dengan penguasa. Memilih demokrasi berarti menyiapkan diri untuk bersabar pada sebuah proses yang terkadang melelahkan. Situasi inilah yang sedang berlangsung, di mana pertumbuhan ekonomi terasa lambat dan tak berbekas pada tataran ekonomi rill dengan konsekuensi penurunan tingkat kesejahteraan rakyat sebagai taruhan. Pemilu yang langsung, media masa dan organisasi kemasarakatan yang kritis hanyalah imbas dari berkah demokrasi dan bagian dari demokrasi prosedural serta bukanlah hakikat dari demokrasi itu sendiri, sebab hakikat dari demokrasi itu sendiri masih membuka ruang untuk beradu argumentasi tentang tafsirnya. Namun selama nilai nilai kebebasan, persamaan dan persaudaraan belum berimbas pada kesejahteraan rakyat, selama itu pula demokrasi hanyalah lip service. D. Penutup (kesimpulan) Adalah sebuah harapan dan cita cita kolektif mayarakat bangsa ini menuju keadilan sosial serta persamaan atas hak dan sebagainya, tentunya kita tidak menginginkan bahwa bangsa ini kembali terjerumus pada masa kelam pasca kemardekaan, sebab adalah tugas bersama kita mengembalikan cita cita kemardekaan yang pernah di gagas oleh para pendiri bangsa ini. Kita tentu menyadari bahwa bukanlah sesuatu yang mudah untuk mewujudkannya, namun bukanlah mental pemuda sikap berputus asa dan menghindar dari tanggung jawab sejarah. Setidaknya dari generai ke generasi kaum muda muncul memaninkan peran kepahlawanan, walaupun tak setuntas yang diharapkan setidaknya mereka berani berbuat. Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. Terakhir, simpanlah kenanganmu masa lalu dan lapisi itu dengan baja, selama masih ada semngat untuk melakukan perlawan, dan selama masih ada tirani yang musti kau lawan, maka selama itu pula masih ada momentum kepahlawanan yang bisa dimainkan dan masih ada sejarah baru yang layak untuk ditulis. E. Daftar Pustaka Amrullah Taufik, 2008. KAMMI Menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan Indonesia. Jakarta : Muda cendikia Hamzah Fahri,2010. Negara, Pasar dan Rakyat. Jakarta : Faham Indonesia Diana Rima, 2008. Bergerak melawan perubahan. Malang :Intrans Publising Malang Arif rahman hakim. Mengeja Indonesia maa depan Diakses di google pada 13 juni 2012 Diakes di http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 10 June, 2012, 11:26

sebuah telah kritis terhadap bangsa

BAB I A. Latar belakang masalah Umat muslim merupakan penduduk mayoritas dan terbesar di dunia. Sebagai penduduk mayoritas seharusnya dalam menjalani tatanan kehidupan bermasyarakat harus sesuai dengan cita-cita agamanya, yakni suatu kehidupan yang Islami. Namun fenomena yang terjadi di kehidupan dewasa ini sangat kontras dengan harapan dan keinginan Islam, di zaman yang menuntut pola hidup dan pemikiran yang progesif untuk mengimbangi modernisasi budaya barat yang sedang melanda dunia, umat Islam bukannya semakin memperkuat Ukhuwah Islamiyahnya, tetapi menjadi semakin tertutup dan saling mencurigai terhadap kelompok Islam yang lain. Pada awalnya abad 21 ini banyak terjadi peristiwa peristiwa revolusioner, spektakuler dan dramatis yang akan merubah wajah dunia mendatang terkhususnya peristiwa revolusi di timur tengah. Peristiwa peristiwa revolusioner yang telah menggemparkan umat manusia baik dalam bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, militer, pendidikan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, seni dan lainnya. Peristiwa peristiwa yang terjadi diluar perkiraan dan rencana manusia. Semua ini terjadi seakan akan telah dimulainya jaman baru dalam sejrah umat manusia di muka bumi yang dikenal dengan millenium ketiga bersama dengannnya munculah tren tren baru yang akan menentukan corak dunia di masa depan. Ada sebuah ekspektasi yang begitu besar ditengah tengah umat Islam untuk menjemput kembali kejayaan Islam yang setelah sekian lama terlepas dari Islam pasca runtuhnya kekholifahan turki ustmani. Harapan kolektif umat ini sebenarnya bukanlah hanya mimpi kosong yang mengawang ngawang namun memang harapan itu punya potensi untuk terejawantahkan. Kemenangan beberapa partai yang berafiliasi kepada gerakan Ikhwan di Mesir, serta tampilnya kelompok Salafi yang selama ini mengklaim anti-politik, terasa mengejutkan bagi langgam politik Islam.Para pakar Timur Tengah menyebutkan, fenomena politik di negara-negara Arab saat ini merupakan imbas dari perjuangan panjang kaum Islam Politik selama bertahun-tahun di pentas politik Arab.Akan tetapi, terselip sebuah fenomena menarik: ekspresi politik mereka justru semakin menginklusi diri terhadap demokrasi, kebebasan berpendapat, serta toleransi yang selama ini tak nampak dalam wajah maupun bahasa politik meereka. Mengapa bisa terjadi demikian? Apakah ini pertanda terjadi liberalisasi dalam gerakan politik Islam? Bagaimana masa depan ‘Islam Politik’ pasca-pemilu? Selama masa-masa ‘diktator Arab’ dari Assad di Syria, Mobarak di Mesir, Saleh di Yaman, hingga Ben Ali di Tunisia, kaum Islamis terpinggirkan. Kita masih ingat bagaimana perjuangan bawah tanah Ikhwan ketika direpresi rezim Nasser sejak pertengahan 1950-an hingga akhirnya tampil dalam gerakan massa di revolusi Arab awal 2011. Krisis kapitalisme yang segera berubah menjadi gerakan massa menjadi momentum politik bagi Ikhwan dan beberapa kelompok Islamis lain. Salafi, yang selama ini berlindung nyaman melalui basis sosial-keagamaannya, agaknya tak bisa berlama-lama juga tertidur. Segera mereka membuat partai politik setelah kebebasan politik terjamin. * Kondisi objektif dan potensi kebangkitan, sebuah pendekatan kebangkitan Analisis swot : 1. Strengh : • Alloh • manhaj islam yang sempurna • Pertumbuhan umat muslim • Mulai munculnya pemimpin muslim • Faktor kejayaan umat islam • Banyaknya gerakan islam di dunia 2. Weaknes : • Perpercahan di kalangan umat islam • Jauh dari nilai islam • Terputusnya sejarah kejayaan umat islam • Gerakan islam lebih menonjolkan perbedaan 3. Opportunity : • Sistem kafir yang mulai lemah • Terbukanya pintu2 kaderisasi 4. Treath : • Konspirasi dr pihak2 yg memerangi islam • Sistem ekonomi, informasi, keamanan msh d kuasai kafir ** upaya membangkitkan umat, mencari makna strategi dan taktis gerakan 1. Faktor-Faktor Kemunduran Peradaban Umat Islam: a. Faktor Internal: Buku Pilar-Pilar Kebangkitan Umat Hal 29. b. Faktor eksternal: Perang pemikiran, kapitalisasi ekonomi dan perang fisik yang dilakukan oleh peradaban selain Islam. 2. Analisis Kondisi / Realitas Peradaban Umat Islam saat ini a. Analisis Kondisi Ekonomi: - Dunia sedang mengalami Krisis Finansial Global, Islam menjadi salah satu alternatif solusi. - Mulai berkembangnya perbankan syariah di dunia. - Proyeksi 10 Tahun lagi akan dibutuhkan Sumber Daya Ekonomi Islam. - Akan tetapi belum ada lembaga pendidikan yang fokus kepada isu-isu ekonomi Islam. - 9,14% (5,54 triliun US$) PDB dunia berasal dari dunia Islam, dinilai masih sedikit. - Ditengah-tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat bermunculan lembaga-lembaga keuangan seperti World Islamic Economy Forum (WIEF), Islamic Development Bank (IDB), yang bisa menyaingi Lembaga-lembaga keuangan internasional lain seperti IMF dkk. - Belum optimalnya potensi sistem zakat sebagai ujung tombak perekonomian umat Islam. Potensi zakat dunia 6000 triliun US$ menurut World Zakat Forum (WZF) tahun 2011. Potensi Zakat di Indonesia dapat mencapai 254 triliun. b. Analisis Kondisi Ideologi: - Ragam Ideologi: Kapitalis (Liberalis), Komunis (Sosialis), Islam. - Belum ada contoh negara yang benar-benar menerapkan ideologi Islam. - Tidak ada negara yang benar-benar konsisten melaksanakan ideologi yang dianutnya. c. Analisis Kondisi Masyarakat dan Budaya: - Ada beberapa prototipe kelompok masyarakat yang sudah menerapkan budaya Islam. - Masih banyak yang mengganjal kejayaan Islam dari setiap budaya masyarakat yang ada. - Lambatnya proses asimilasi dan akulturasi Islam dalam budaya masyarakat, dikalahkan oleh cepatnya proses asimilasi dan akulturasi budaya non-Islam 3. Strategi Mencapai Kejayaan Umat Islam a. Strategi Ekonomi - Melakukan pembinaan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat / umat Islam yang terus menerus dan berkelanjutan mengenai sistem ekonomi Islam - Membentuk lembaga pendidikan yang fokus terhadap isu-isu ekonomi Islam - Membuat / membentuk / menumbuh kembangkan perbankan-perbankan / lembaga-lembaga keuangan yang berbasis Islam (syariah) contoh: koperasi syarah, Pasar Modal Syariah - Adanya pemisahan lembaga-lembaga perbankan syariah dan konvensional - Memasukkan orang-orang yang kompeten dalam bidang ekonomi Islam untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan strategis ekonomi global b. Strategi Ideologi - Pendidikan terhadap masyarakat / umat Islam sejak dini - Penyebaran harakah-harakah dakwah Islam di berbagai Negara di dunia - Mengefektifkan peran ulama dalam berbagai bidang - Ikut andil dalam kerangka-kerangka peradaban - Membentuk program perbaikan komprehensif - Mendialogkan konsep ideologi Islam dengan ideologi lainnya c. Strategi Politik, Pemerintahan dan Tata Negara - Menggalang basis sosial untuk penetrasi dari luar untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan - Melakukan penetrasi kebijakan dari dalam institusi Negara - Meningkatkan posisi tawar umat Islam di mata dunia dalam forum-forum perkumpulan negara-negara di dunia - Membentuk dan mengoptimalkan institusi pemersatu umat Islam di seluruh dunia sebagai sarana konsolidasi d. Strategi Budaya - Ideologisasi di tataran masyarakat / umat Islam - Akulturasi dan Asimilasi budaya Islam dalam masyarakat *** konspirasi dunia, sebuah tantangan global menuju masa depan • Peta konspirasi media • Peta konspirasi ekonomi • Peta konspirasi militer • Peta konspirasi politik **** Studi kritis kondisi Tata Negara Indonesia Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. “Ciri khas dari negara demokrasi konstitusional ialah gagasan pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.” “Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dan itu sering disebut pemerintahan berdasarkan konstitusi (Constitutional Government). Jadi, Constitutional Government sama dengan Limited Government atau Restrained Government.” “Pada waktu demokrasi konstitusional muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang konkrit, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga negara.” Disamping itu, “kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintah dalam tangan satu orang atau satu badan.”4 “Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini dikenal dengan istilah negara hukum (Rechtsstaat) dan Rule of Law.” Dalam praktek ketatanegaraan, “perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dari sudut pandang Hukum Tata Negara merupakan ”Conditio Sine Quonon” bagi penataan ulang sistem pemerintahan dan ketatanegaran.” “Hal ini dilakukan dalam rangka mendesain demokrasi atau kedaulatan rakyat yang berorientasi pada tegaknya Rule of Law, pengendalian kekuasaan, otonomi dareah, civil society dan checks and balances.” Hal tersebut merupakan salah satu agenda reformasi yang harus di lakukan oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah kepastian system pemerintahan dalam ketatanegaraan Indonesia yaitu mengenai peran lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Ditinjau dari prespektif sejarah, “amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sebanyak empat kali, yaitu amandemen pertama dilakukan pada tahun 1999, titik berat dalam perubahan pertama adalah tentang pembatasan kekuasaan Presiden.” Kemudian, “amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, titik berat dalam perubahan kedua tentang Hak Asasi Manusia (HAM), kemudian amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, titik berat perubahan tentang kelembagaan Negara.” Sedangkan, “amandemen terakhir atau atau amandemen keempat dilakukan pada tahun 2002.” Hal ini menyebabkan, “implikasi terhadap perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945 dari yang pertama sampai dengan yang keempat terutama yang berkaitan dengan kekuasaan dalam negara, telah mengakibatkan terjadinya pergeseran kekuasaan dari lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif (executive heavy ke arah legislative heavy).” “Pemikiran mengenai perlunya mekanisme saling mengawasi dan kerja sama telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (Distribution Of Power) yang menekankan pada pembagaian fungsi-fungsi pemerintahan dan teori Check And Balances.” Dilihat dari sejarah tentang teori pemisahan kekuasaan, “teori pemisahan kekuasaan (Separation of Powers) ini awalnya dikemukan oleh John Locke pada tahun 1690 dan kemudian dikembangkan oleh Montesquieu pada pertengahan abad XVIII.” “Doktrin ini bertujuan mencegah konsenterasinya kekuasaan secara absolut disatu tangan, sehingga cenderung sewenang-wanang dan berpeluang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (misuse power).” “Melalui bukunya yang berjudul “Two Treaties of Government” John Locke mengusulkan agar kekuasaan didalam negara itu dibagi-bagi kepada organ-organ negara yang berbeda.” Selanjutnya, “menurut John Locke agar pemerintah tidak sewenangwenang harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan didalam negara kedalam tiga macam kekuasaan.” Tiga macam kekuasaan menurut Locke tersebut adalah sebagai berikut: a) “Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang). b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang) c) kekuasaan Yudikatif Maping Relasi B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi objektif umat Islam ? 2. Bagaimanakah solusi dan taktis gerakan ? 3. Bagaimanakah format ideal bangsa Indonesia ? C. Tujuan Penulisan Penulisan analisis strategis umat Islam dan Bangsa Indonesia dalam paper ini adalah guna mengobjektifikasi kondisi kekinian agar kemudian mampu membaca dan mengidentifikasi permasalahan dan mencarikan solusi yang transformatif guna merekonstruksi peradaban baru Islam, kemudian pula tulisan ini diharapkan sebagai referensi kritis dan sebagai sarana untuk memperkaya khasanah pemikiran BAB II Landasan Teori 1. Fiqh Tamwin wa Nashr 2. Konsepsi Negara Ikhwanul Muslim BAB III Hasil Analisis 1. Strategi menghadapi tantangan global 2. Format baru Indonesia, menuju Negara berkeadilan dan berkesejahteraan BAB IV Kesimpulan BAB V Daftar Pustaka Budiarjo, Miriam, 2008 Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Thaib, Dahlan. 2009 Ketatanegaran Indonesia Perspektif Konstitusi, Total Media. Iswanto, 2006 Bahan Kuliah HTN II, Hak Legislasi “Hak Legislasi dalam Tiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Satya Bhakti, Teguh 2009. Pola Hubungan Presiden dan Legislatif Menurut Perubahan UUD 1945, Jurnal Konstitusi Volume 6 Nomor 4, Nopember 2009,

Rabu, 04 Januari 2012

pemuda, pendidikan dan perubahan sosial

A. Pendahuluan

Rasanya sudah tidak ada perdebatan lagi dihampir setiap kalangan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting bagi fondasi sebuah Negara, dan sesuai amanah konstitusi pihak yang berkewajiban untuk menyelenggarakannya adalah pemerintah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh suyanto bahwa Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya manusia itu sendiri ( Suyanto : 2006 ). Maka baik pemerintah maupun masyarakat diharapkan selalu berupaya untuk melakukan pendidikan dengan standar dan kualitas yang diinginkan untuk memberdayakan manusia. (irwan prayitno : 2009 )
Mengingat pentingnya pendidikan tersebut, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan perhatian khusus dalam sektor pendidikan ini, bukan kemudian malah menjadi pendidikan sebagai laboratorium politik, sebagai sarana berkampanye dan sebagainya.
Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar diskusi tentang peran pemuda dalam merespon berbagai persolan bangsa, dalam tulisan kali ini, penulis akan coba menyoroti fungsi pemuda dalam merokonstruksi pendidikan saat ini yang semakin jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri.
Diskursus tentang intelektual dan kepemimpinan kaum muda intelektual telah menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan. Namun, sampai saat ini, kita masih merindukan kehadiran seorang intelektual muda yang menonjol dan mampu memberikan solusi bagi persoalan bangsa ini.
Kaum muda merupakan katalis yang mampu mengangkat kepentingan masyarakat yang berhadapan dengan kekuasan. Kehadiran kaum muda merupakan sebagai lokomotif pembaruan. Sekalipun perjuangan kaum muda mewakili berbagai spektrum ideologi, bahkan keragaman itu membuktikan betapa kaum muda mampu mengawal bangsa ini dengan penuh kepeloporan dan intelektualisme, namun sejarah juga mencatat betapa kaum muda kerap dilanda persoalan.
Kaum muda mempunyai logika sendiri yang berbeda pada setiap zamannya. Pemuda angkatan 1908-1945, 1945-1966, 1966-1978, 1978-1998 sampai dengan 1998-sekarang, mempunyai kompleksitas persoalan dan karateristik yang berlainan, sehingga dalam pemikirannya mereka harus lebih jitu dalam menghadapi persoalannya. Kini di era keterbukan, dimana transformasi perkembangan dunia dapat di akses dengan mudah dan cepat, aktifitas kaum muda seolah mengalami kegamangan, sebabnya pertama, lemahnya kaum muda melakukan konsolidasi dan penguatan jaringan. Kedua mandulnya gagasan dan ide yang menjadi ciri mereka akibat tinginya infiltrasi elit yang menjadikan kaum muda sebagai kuda troya kepentingan politik. Ketiga, pragmatisme kaum muda mengakibatkan mereka tidak lagi kritis dan objektif dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Ironisnya semua ini terjadi pada saat bangsa saat ini menghendaki kaum muda untuk terus mengawal agenda refomasi yang belum tuntas.
Kita sudah pernah mendengar betapa heroiknya pemuda dalam merespon berbagai kondisi kebangsaan, seperti terkonsolidasinya pemuda hingga tercetusnya sumpah pemuda tahun 1928, ikut sertanya kaum muda dalam perjuangan kemadekaan 1945, pada tahun 1965 pun ikut dalam menjaga cita cita perjuangan kemadekaan yang hampis dsalah arahkan, termasuk memotori perjuangan melawan rezim fasis orde baru.
Saat ini kita berada pada bulan yang sama dimana semangat persatuan kaum muda itu terjadi, dalam kesempatan semangat itulah penulis coba merefleksi fungsi pemuda dalam perbaikan bangsa terkhususnya pada sektor pendidikan. Mengembalikan jati diri bangsa ini, sesuai dengan tujuan pendidikan yang didefinisikan oleh ki hajar dewantara, sebagai upaya memanusiakan manusia.

B. Pemuda, pendidikan dan perubahan social.

1. Peran pemuda
Keberadaan pemuda dalam kehidupan kemanusiaan sangatlah penting, karena mereka potensial untuk mewarnai perjalanan sejarah umat manusia. Pemuda adalah calon pemimpin masa depan. Merekalah yang akan merubah umat, menjadi baik dan jaya atau malah sebaliknya. Bila diarahkan secara baik, jiwanya tidak ternoda oleh lumpur kebatilan, sebaliknya terjaga kebersihanya, suci dalam fitrahnya, jauh dari unsure kehidupan maka ia akan menjadi motor penggerak utama kesucian dan perbaikan. Kondisi generasi muda oleh karenanya merupakan parameter masa depan suatu bangsa. Apabila kondisi pemudanya baik akan baik pula kondisi bangsa tersebut dimasa depan. Begitupula sebaliknya.
Menurut Amin sudarsono dalam bukunya Ijtihad membangun basis gerakan peranan pemuda dirasakan penting karena mereka mempunyai beberapa potensi, yaitu bathul hmmah fi at tasaaulat (membangkitkan semangat bertanya/kritis), naqlul ajyaal (memindahkan dari generasi ke generasi), istibdaalul ajya (menukar/mengganti suatu generasi), tajdid maknawiyah al ummah (memperbaruhi moralitas ummat) dan anasir islah (unsur perubah).(amin sudarsono : 2010)
Kehadiran pemuda atau mahasiswa ini sangat dielu elukan bagi menyongsong suatu perubahan dan pembaharuan. Aksi reformasi di segala bidang juga peran pemuda dalam membawa masyarakat madani. Perubahan yang dibawa pemuda ini tidak mungkin dapat dibawa oleh orang tua ataupun anak anak.
Dahulu dalam suasana hiruk pikuk perang merebut kemardekaan, pemuda pemuda dari berbagai pulau di Indonesia berkumpul (ada jong Java, jong Andalas, jong Borneo, jong Celebes jong Ambon dan lainnya) dalam satu tekad : satu Indonesia. Dan ikrar sumpah pemuda pun berkumandang pada tangga 28 oktober 1928. Suatu prestasi hebat para pemuda di massanya yang patut di apresiasi dan diteladani pemuda masa kini. Ini merupakan kelanjutan dari kebangkitan nasional yang juga dimotori oleh pemuda Indonesia pada 1908.
Kita membaca dalam berbagai literature, bagaimana peran sentral pemuda dari berbagai negeri dalam perjuangan membangun bangsa, baik perjuangan fisik maupun secara diplomasi, organisasi sosial politik, dan intelektual. Perang merebut dan mempertahankan kemardekaan adalah ladang tumbuh suburnya heroisme pemuda. Pemuda yang hidup dalam suasana pergolakan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi untuk melakukan perubahan atas berbagi kerumitan yang dihadapi. Tetapi pemuda yang hidup dalam nuansa nyaman dan tenang cenderung mempertahankan situasi yang ada tanpa usaha keras melakukan perubahan yang lebih baik dan produktif (taufik amrulah : 2008 )
Pemuda Indonesia yang tersebar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa saat ini sebenarnya mampu menjawab tantangan perubahan dengan kapasitas dan energi yang dimilikinya. Kepemimpinan kaum muda sebagai solusi alternative bagi kemandegan reformasi dan demokratisasi patut mendapatkan respon dari kaum muda sendiri.
Spirit sumpah pemuda seharusnya bisa terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tapi apa mau dikata persoalan bangsa kita terlalu banyak terkhususnya dalam bidang pendidikan. Adalah tugas dari pemerintah untuk melaksanakan fungsinya yang mendasar, yakni melakukan stabilisasi, alokasi maupun distribusi secara ekonomi, social dan politik kepada seluruh rakyat Indonesia. Rasa keadilan masyarakat adalah modal utama membangun masyarakat. Runtuhnya kepercayaan masyarakat akan menimbulkan kerawanan sosial yang memicu kerumitan selanjutnya.




2. Wajah pendidkan Indonesia
Kerumitan kerumitan wajah pendidikan Indonesia saat ini terlampau kompleks, dan membutuhkan alternative solusi yang memang visioner. Faktanya adalah :
Berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong pada tahun 2001 saja menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (www.kompas.com).
Laporan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara. Tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Bahkan jika dibandingkan dengan IPM negara-negara di ASEAN seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suarapembaruan.com/16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).
Sehingga secara dunia, kualitas pendidikan di Indonesia hanya berkisar pada ranking 114 sementara Vietnam pada urutan 101. Untuk diketahui, kualitas pendidikan nomor satu di dunia adalah Negara Finlandia.
Dengan memenuhi amanat konstitusi dan peningkatan kualitas pendidikan maka Indek Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia akan meningkat. IPM Indonesia pada tahun 2006 berada pada peringkat 108 dunia sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini.
Peringkat IPM dari tahun 2001 s.d. 2006 (UNDP: Human Development
Report) :

















Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Dari data tersebut, yang paling mencengangkan adalah peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya baru mencapai 949 anak, namun tiga tahun kemudian atau tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak (www.pikiran-rakyat.com). Selain itu, kalangan pelajar juga rentan tertular penyebaran penyakit HIV/AIDS. Misalnya di kota Madiun-Jatim, dari data terakhir yang dilansir Yayasan Bambu Nusantara Cabang Madiun, organisasi yang konsen masalah HIV/AIDS, menyebutkan kasus Infeksi Seksual Menular (IMS) yang beresiko tertular HIV/AIDS menurut kategori pendidikan sampai akhir Oktober 2007 didominasi pelajar SMA/SMK sebanyak 51 %, pelajar SMP sebesar 26%, mahasiswa sebesar 12% dan SD/MI sebesar 11% (news.okezone.com). Dalam hal tawuran, di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar pelajar sudah mencapai ambang yang cukup memprihatinkan. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat, dalam satu hari di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di tiga tempat sekaligus (www.smu-net.com).
Pencapaian APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) sebagai indikator keberhasilan program pemerataan pendidikan oleh pemerintah, hingga tahun 2003 secara nasional ketercapaiannya ternyata masih rendah, hal ini didasarkan pada indikator: (1) anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan (usia 7-15) sekira 693.700 orang atau 1,7%, (2) putus sekolah SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah mencapai 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk usia 7-15 tahun (Pusat Data dan Informasi Depdiknas, 2003). Rasio partisipasi pendidikan rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 9,6 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas yang buta huruf. (www.republikaonline.com) sampai sekarang masih terdapat 9 provinsi dengan jumlah buta aksara terbesar usia 10 tahun ke atas dan 15-44 tahun, yakni: Jawa Timur (1.086.921 orang), Jawa Tengah (640.428), Jawa Barat (383.288), Sulawesi Selatan (291.230), Papua (264.895), Nusa Tenggara Barat (254.457), Nusa Tenggara Timur (117.839), Kalimantan Barat (117.338), dan Banten (114.763 orang). (www.pikiran-rakyat.com).
Data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total (Koran Tempo, 07/03/2007). Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah. (www.worldbank.com).
Perumusan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang sudah berlangsung sejak 2004 dinilai oleh pengamat ekonomi Tim Indonesia Bangkit (TIB), Revrisond Bashwir sebagai agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor pendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi. Walaupun pada akhirnya di anulir oleh Mahkamah konstitusi karena dinilai inkonstitusional, tapi hal ini tidak akan menghalangi niat pemerintah untuk mencari jalan lain memprivatisasi sector pendidikan di Indonesia.
Kebijakan UN yang banyak ditentang oleh masyarakat karena dinilai diskriminatif dan hanya menghamburkan anggaran pendidikan, antara lain ditentang oleh Koalisi Pendidikan yang terdiri dari Lembaga Advokasi Pendidikan (LAP), National Education Watch (NEW), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), The Center for the Betterment Indonesia (CBE), Kelompok Kajian Studi Kultural (KKSK), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Guru Honorer Indonesia (FGHI), Forum Aksi Guru Bandung (FAGI-Bandung), For-Kom Guru Kota Tanggerang (FKGKT), Lembaga Bantuan Hukum (LBH-Jakarta), Jakarta Teachers and Education Club (JTEC), dan Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan kajian terhadap UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional, Koalisi Pendidikan menemukan beberapa kesenjangan (www.tokohindonesia.com).
Rendahnya tingkat kesejahteraan guru yang berpengaruh terahadap rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. Guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Realisasi anggaran pendidikan yang masih sedikit. Ketentuan anggaran pendidikan dalam UU No.20/2003 pasal dinyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (ayat 1). Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 % pada tahun 2006 (Pan Mohamad Faiz;2006).Tahun 2007 hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun.(www.tempointeraktif.com).
Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja. Pada tahun 2009 diperkirakan ada 116,5 juta orang yang akan mencari kerja (www.kompas.com).
Data di atas merupakan beberapa indikator yang menunjukan betapa sistem pendidikan nasional kita saat ini tengah didera oleh berbagai problematika, yang pada akhirnya penyelenggaraan pendidikan tidak dapat memberikan penyelesaian terhadap permasalahan pembentukan karakter insan yang berakhlak mulia, pembentukan keterampilan hidup, penguasaan IPTEK untuk peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat, serta memecahkan berbagai problematika kehidupan lainnya. Padahal diantara tujuan semula pendidikan adalah untuk itu semua.
Saya bukanlah hakim dan tulisan saya ini bukan pula putusan hukum, saya hanya sedang berikhtiar memahami pelbagai masalah yang menggelayuti sektor pendidikan kita lalu menempatkannya dalam konteks bagaimana kemudian peran pemuda dalam memberikan solusi solusi konstruktifnya. Dalam beberapa kisah kita bisa mendapatkan bagaimana para pemuda memberikan alternative solusi yang itu tidak terfikirkan oleh elit negara ini. Sebab naïf sekali jika melihat begitu kompleksnya masalah dinegara ini sementara kita sebagai kaum muda menyerahkan sepenuhnya permasalahan ini kepada pemerintah yang sedang berkuasa yang mungkin pemerintah berkuasa juga tengah bingung mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Kita mahasiswa sebagai representasi kaum muda intelektual sebab mengalami proses pendidikan terlama memiliki hak dan kewajiban sejarah untuk merespon berbagai kondisi kebangsaan dengan langkah nyata. Bila kita menyoal peran pemuda maka melihat fenomena kepemimpinan disini hendaknya kita merujuk kepada kepemimpinan kaum muda dalam memipin kebangkitan bangsa ini dan membenahi berbagai permasalahan terkhususnya bidang pendidikan.
Kaum muda dalam perspektif intelektual dan kepemimpinan layaknya seperti bermain selancar. Sekali waktu ada di dalam ombak sambil mengemudikan papan selancar sambil memahami kemana arus air membawanya. Sekali waktu harus berada di atas ombak seakan mampu menunjukan jati dirinya dapat mengendalikan ombak.
Karkteristik kepemimpinan dan intelektual kaum muda terbagi dalam tiga karakter. Pertama, kaum muda yang mempunyai ide-gagasan, kreatif, kritis, dan mau tampil. Tipe pemuda ini, sebagai kaum muda yang paripurna. Kedua, kaum muda yang mempunyai ide-gagasan, kreatif, kritis, tapi tidak mau tampil. Men of behind, yaitu jenis kaum muda dengan kualitas baik. Ketiga, tipe kaum muda yang tidak punya ide-gagasan, tidak kreatif, tidak kritis dan tidak mau tampil. Jenis kaum muda ini pasif cenderung menjadi benalu dalam setiap aktifitas yang melingkari kaum muda.
Kaum muda diharapkan mampu berperan sebagai sebagai agent of change. Oleh karena itu basis intelektualisme merupakan syarat penting bagai kaum muda. Pemahaman intelektual disini merupakan sebuah komitmen alamiah berupaya mengejar kebenaran serta keterlibatan bersama mereka dalam wacana nalar-kritis, mengambil jarak pada kekuasan dan mampu mempertahankan suatu prespektif kritis atas kekuasan.
Disinilah sosok kaum muda diuji. Bukan sekedar penguasaan akan gagasan atau seberapa banyak ide keratif digunakan, namun kemampuan leadership kaum muda juga harus diisi melalui penguatan manajerial yang tangguh dalam membangun secara kolektif dengan masyarakat disekelilingnya. Dengan begitu menjadi sosok pemimpin muda yang intelektual harus mempunyai moral perjungan dan mental. Siap untuk berbeda pandangan dan berani menunda kesenangan sesaat yang menjebaknya.
Tugas seorang intelektual dan pemimpin kaum muda kedepan hendaknya mengarah pada pengembangan potensi leadership dan manajerial yang tangguh. Ia menjadi pemikir sekaligus menjadi aktor pada setiap zamanya. Artinya kekuatan manajerial cendekiawan (muda) mampu membangun proses yang tangguh dan dapat memberikan efek bagi masyarakat. Oleh karena penggelolan manajemen mempunyai arti penting dalam mengembangkan pontensi individu seorang intelekutal.
Pengembangan kualitas tersebut setidaknya ada tiga pendekatan.
Pertama yaitu approach by evolution atau pendekatan evolutif, yang cenderung bersifat tradisional. Dimana seseorang berkembang melalui proses institusi yang terlembaga. Namun, ironisnya hampir tidak ada yang melakukan suatu pendekatan untuk belajar secara mandiri, akibatnya kualitas bangsa Indonesia makin lama makin menurun, sebab pengaruh luar terpolakan secara evolutif dan memberikan persaingan yang lebih terbuka bagi kualitas seseorang.
Kedua, approach by force. Pendekatan yang bersifat memaksa. Pola pendekatan yang terbentuk berdasarkan target yang telah ditentukan. Kedisiplinan menjadi acuanya. Namun pola ini kerap membuat orang menjadi frustasi dikarenakan akan dikejar waktu. Sehingga sebagai gantinya, sekarang ini bangsa Indonesia harus mencari alternatif lain. Yaitu,
pendekatan ketiga, approach by education atau pendekatan bersifat mendidik. Dimana untuk belajar, seseorang tidak harus berdasarkan proses belajar-mengajar formal, tetapi dapat dilakukan dimana saja. Dengan target peningkatan kualitas setiap individu.
Pendekatan ketiga ini, apabila berhasil dilakukan maka kualitas sumberdaya manusia Indonesia di semua level akan lebih terangkat. Jika sudah demikian, maka yang dapat eksis hanyalah sumberdaya manusia yang produktif dan efisien. Di masa akan datang, orang yang berhasil adalah orang yang mampu membangun kualitas intelektualnya yang baik, yaitu melalui approach by education yang bersifat produktif dengan manajemen yang efisien. Dalam hal ini, ukuran orang atau sumberdaya manusia yang baik di masa mendatang dalam kaitanya dengan pasar global adalah sumberdaya manusia yang intelektual, produktif dan efisien

3. Perubahan social

Rekayasa perubahan sosial adalah sebuah proses perencanaan, pemetaan dan pelaksanaan dalam konteks perubahan struktur dan kultur sebuah basis social msyarakat. Perubahan social adalah perbedaan antara kondisi sekarang dengan kondisi sebelumnya terhadap aspek aspek dari struktur social (Amin Sudarsono : 2010)
Masih menurut Amin Sudarsono, Perubahan sosial setidaknya dapat terkait pada empat hal sebagai berikut : pertama, perkembangan teknologi; kedua, konflik social(antar agama, ras dan kelas –sebagaimana tesis marx-). Ketiga, kebutuhan adaptasi dengan system sosial (missal: birokrasi efektif sebagai respon terhadaplingkungan kompetitif), keempat, pengaruh dari idealisme dan ideologi pada aktivitas sosial (sebagaimana tesis weber : etika protestan dan semangat kapitalisme)
Selain itu, dalam disiplin sosiologi, terdapat dua pandangan tentang perubahan (change), yaitu pertama pandangan materialistik, yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat ditentukan oleh teknologi atau benda. Marx menyatakan bahwa kincir angin menimbulkan masyarakat feodal; mesin uap menciptakan masyarakat kapitalis industri. Atau kita bisa mengatakan bahwa internet akan menimbulkan masyarkat informasi. Kedua, pandangan idealistik, yang menekankan peranan ide, ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Dalam pandangan ini, misalnya, Islam sebagai sebuah idologi dan struktur nilai akan mampu mencipta manusia dan masyarakat ideal
Setidaknya terdapat tiga bentuk perubahan syang disepakati kalangan ilmuan sosial : evolusi, revolusi dan reformasi.
Evolusi difahami sebagai bentuk perubahan yang memakan waktu lama. Proses perubahan cenderung hanya melingkar di tingkat elit dan sedikit sekali mengakomodasi input dari grass root yang muncul kepermukaan sebagai reaksi atas berbagai kebijakan elit penguasa. Konsekuensi logis dari model ini akanmenempatkan rezim penguasa pada keleluasaan menentukan agenda perubahan yang ada, berdasar pada “aman atau tidak” bagi kekuasaannya
Bentuk kedua adalah revolusi, perubahan secara cepat ini cukup populer dikalangan gerakan sosial atau aktivis pembebasan. Dalam prosesnya, cara ini cukup beresiko. Bisa jadi dalam prosesnya yang singkat tersebut meminta banyak korban sebagai prasyarat dari proses yang memang cukup reaktif dan terkesan seporadis dari sisi waktu maupun agenda agenda yang dialakukan. Hasil dari cara ini dapat dilihat dengan cepat, karena secara umum bertujuan pada perubahan politik, khususnya perubahan tampuk kekuasaan.
Sementara yang ketiga, reformasi didefinisikan sebagai sebuah bentuk perubahan yang gradual dan parsial. Tidak terlalu cepat, namun juga tidak terlambat. Reformasi merupakan bentuk kompromi antara evolusi dan revolusi. Reformasi atau oembaharuan (perubahan yang signifikan atas hal yang dianggap menyimpang), elah berlangsung di berbgai belahan dunia sejak zaman renaissance abad ke-15 masehi
Gerakan reformasi acapkali terjadi, manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, sehingga diperlukan langkah-lngkah politik yang berarti dari rakyat untuk melakukan perbaikan. Atau, bila rakyat merasakan adanya kekurangan dalam sistem konstitusi yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Dengan kedua alasan inilah, apa yang terjadi di korea selatan dengan up-rising in kwangju tahun 1986. Di cina dengan tragedi Tianenmen 1989, dan penggulingan soeharto di Indonesia tahun 1998. Merupakan gerakan reformasi yang berdampak pada penyelenggara negara
Setelah semuanya saya paparkan diatas, dalam tulisan ini saya ingin mengajak bagaimana kemudian semangat kaum muda serta cita cita dan tujuan pendidikan itu bisa tertransformasikan dan melakukan perubahan sosial. Menurut ki hajar dewantara pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Berangkat dari definisi tersebut seharusnya pendidikan bisa menjadi senjata dalam upaya melakukan perbaikan dan perubahan social, melakukan pengajaran kepada anak bangsa sebagai generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan di Negara ini. Pemimpin yang memang memiliki jiwa negarawan bukan yang hanya memimpin sebagai prestise yang tak berprestasi, atau malah menjadikan posisi kepemimpinan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri.
Memberikan pendidikan yang baik kepada masyarakat dan kepada generasi baru akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi proses perubahan social kearah yang lebih baik, sebab penulis beranggapan kenapa kemudian pada sector kepemimpinan dak kebijakan permasalahan itu selalu muncul, bahkan kebijakan yang diambil untuk menyelesaikan permasalhahn tersebut tak jarang malah melahirkan masalah baru. Hal ini menurut saya karena pemimpin yang kualitas yang dilahirkan oleh proses demokrasi kita. Saya tidak hendak menyalahkan demokrasi, bahkan demokrasi ibarat hujan yang menyeruak kegersangan diktatorisme yang menghantui Negara ini lebih dari tiga puluh tahun, tapi masalahnya kemudian demokrasi itu hadir di Indonesia disaat perut rakyatnya masih lapar dan otak mereka belum cerdas.
Pada titik inilah pendidikan menjadi penting dalam upaya melakukan perubahan sosial, memberikan pengajaran agar kemudian rakyat bangsa ini bisa menentukan sendiri nasib mereka tanpa intervensi politik segelintir elit yang culas, yang memanfaatkan ketidak mengertian masyarakat. Tapi hal itu tidak akan bisa terjadi jika wajah pendidikan kita masih memiliki masalah masalah yang seperti saya paparkan diatas.
Semangat sumpah pemuda ini hendaknya bisa menjadi mild stone bagi perubahan wajah pendidikan Indonesia yang lebih baik, yang bisa memanusiakan manusia hingga tertransformasikan dalam wujud perubahan social dan perbaikan bangsa.












C. Kesimpulan

Pemuda adalah pilar kebangkitan, dalam setiap fase perjuangan pemudalah yang selalu berada pada garda terdepan perubahan, tak kenal takut, tak kenal lelah, berjuang tanpa pamrih siap berkorban atas setiap konsekuensi yang akan diterima. Dalam setiap momentum kepahlawanan, pemuda akan selalu memainkan perannya disana. Entah akan tercatat atau tidak dalam buku sejarah.
Ironisnya, fenomena saat ini sangat mengkhawatirkan, disaat permasalahan bangsa begitu kompleks, tapi malah kemudian pemuda mulai terfragmentasi oleh cara pandang yang berbeda, pragmatism serta hedonism menyerang kaum muda, perlahan namun pasti hal ini menjadi erosi dan menggerus idealisme serta semngat juang pemuda, sampai pada tahap ini integritas kaum muda diuji tentang keseriusannya sebagai motor penggerak perubahan.
Dalam semangat momentum sumpah pemuda ini, hendaknya kita mampu merefleksi serta menginternalisasikan nilai nilai persatuan dalam tubuh setiap pemuda di Indonesia, agar semangat persatuan itu tertransformasikan dalam bentuk solusi dan respon terhadap kondisi kebangsaan.
Saya memiliki keyakinan, setiap semangat dan ikhtiar untuk melakukan perubahan saat ini, sekecil apapun itu, pasti akan mempengaruhi apa yang akan terjadi dimasa depan, walaupun sampai saat ini keyakinan saya itu tidak bisa saya jelaskan dengan ilmiah. Tapi saya berharap waktu membantu saya menjelaskan hal itu secepat mungkin.






D. Daftar pustaka

Sudarsono Amin, 2010. Ijtihad membangun basi gerakan (Jakarta : Penerbit muda cendikia)

Prayitno Irwan, menyoroti anggaran pendidikan dalam rangka pembangunan pendidikan nasional makalah pada seminar nasional pendidikan, imakipsi wil.sumatera, lampung, 27 juni ‘09

Amrulah Taufik, 2008. KAMMI Menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan Indonesia ( Jakarta : penerbit muda cendikia)

Republika, 13 Juli, 2005

http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/04/29/intelektual_dan_kepemimpinan_kaum_muda%7E2180940/

http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/04/29/mencari_pemimpin_masa_depan%7E2180901/

http://masadmasrur.blog.co.uk/2007/08/25/dilema_pendidikan_nasional%7E2866871/

MENYOAL ANGGARAN PENDIDIKAN DALAM UPAYA MEMAJUKAN PENDIDIKAN NASIONAL

PENDAHULUAN
Proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya. Sebab jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budaya manusia itu sendiri (Suyanto, 2006:11). Maka baik pemerintah maupun masyarakat diharapkan selalu berupaya untuk melakukan pendidikan dengan standar dan kualitas yang diinginkan untuk memberdayakan manusia.
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (2) mengamanatkan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam rangka mewujudkan amanat konstitusi, DPR RI mempunyai fungsi dan wewenang penganggaran (budgeting), dimana dalam setiap pembahasan RAPBN selalu fokus untuk mewujudkan amanah UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU RI No. 20 thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) yang menyatakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya adalah dua puluh persen dari APBN dan APBD.
Anggaran pendidikan sebesar 20% tahun ini (baru dicapai 20,1%) dari APBN 2009 sesungguhnya diawali dengan dorongan Komisi X DPR-RI terhadap Pemerintah untuk mewujudkan anggaran pendidikan sebesar 20% tersebut, guna menopang sekaligus mencapai tiga pilar pendidikan nasional yang termuat dalam Renstra Depdiknas, serta untuk mewujudkan program/prioritas kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan pendidikan.
Pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar (khususnya) sebagai amanat konstitusi yang diterjemahkan lebih lugas pada UU No. 20/2003, menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Dalam UU ini telah disebutkan secara afirmatif anak usia 6 (enam) tahun merupakan masa memasuki jenjang pendidikan dasar. Lebih lanjut ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut biaya {pasal 46 ayat (3) UU No. 20/2003, pasal 47 ayat (3), 48 ayat (2) dan 49 ayat (5)}. Artinya bahwa Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab besar dalam penjaminan terselenggaranya wajib belajar, terlebih pendidikan saat ini merupakan bagian dari otonomi daerah. Termasuk untuk mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai tindak lanjut amanat konstitusi dan UU No. 20/2003 tersebut, Pemerintah telah menerbitkan PP No.47 thn 2008 tentang Wajib Belajar dan PP No.48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan tgl 4 Juli 2008 sebagai bentuk implementasi operasional wajib belajar dan pendanaan pembangunan pendidikan di lapangan.






















PENDANAAN PENDIDIKAN
Untuk Pendanaan Pendidikan Pemerintah telah menerbitkan PP yaitu PP 48/2008. Dalam PP 48/2008 diatur tentang biaya pendidikan yang meliputi:
1. Biaya satuan pendidikan,
2. Biaya penyelenggaraan dan / atau pengelolaan pendidikan, dan
3. Biaya pribadi peserta didik.

Juga diatur tanggungjawab Pemerintah dan pemerintah daerah yaitu:
1. Pendanaan biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan pendidikan, biaya personalia dan nonpersonalia untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
2. Pendanaan tambahan atas biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan yang diperlukan untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan pendidikan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah.
3. Bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik: (i) yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya, dan (ii) yang berprestasi.
4. Membantu pendanaan biaya personalia dan nonpersonalia pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.

Disamping itu, juga diatur tanggungjawab penyelenggara atau satuan pendidikan yaitu:
1. Pendanaan biaya investasi untuk lahan satuan pendidikan, biaya investasi selain lahan pendidikan, biaya personalia dan biaya nonpersonalia yang diselenggarakan masyarakat;
2. Pendanaan tambahan atas biaya investasi lahan dan biaya investasi selain lahan yang diperlukan untuk pemenuhan rencana pengembangan satuan pendidikan menjadi bertaraf internasional dan atau berbasis keunggulan lokal yang diselenggarakan masyarakat;
3. Bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik:
a. yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya, dan
b. yang berprestasi.

Hal-hal lain yang diatur diantaranya adalah :
1. Peserta didik dan orang tua bertanggungjawab terhadap kekurangan pendanaan biaya investasi selain lahan, personalia dan nonpersonalia untuk satuan pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi yang didirikan masyarakat,
2. Sumber pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat disesuaikan dengan kemampuan masing-masing,
3. Pungutan dana pendidikan dari peserta didik atau orang tua, sekurang-kurangnya 20% dari total dana pungutan digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan, dan
4. Pengalokasian dana pendidikan 20% dari APBN dan APBD diatur oleh MenKeu dan diberikan kepada pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam bentuk hibah.












ANGGARAN DEPDIKNAS
Sejak UU No. 20/2003 diundangkan sampai tahun anggaran 2008 (APBN-P 2008) faktanya belum pernah mencapai angka 20%, meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan No.: 24/PUU-V/2007 tanggal 20 Februari 2008 tentang Pengujian UU No. 20/2003 dan Pengujian UU RI Nomor: 18 Tahun 2006 tentang APBN 2007 terhadap UUD RI Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Pasal 49 ayat (1) UU No. 20/2003 sepanjang mengenai frasa “gaji pendidik dan” bertentangan dengan Pasal 31 ayat (4) UUD RI Tahun 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menyikapi amanah konstitusi, berbagai upaya telah dilakukan oleh Komisi X DPR-RI untuk memenuhi anggaran 20% pendidikan, diantaranya dengan melakukan Raker antara Komisi X DPR-RI dengan Menteri Koordinator Kesejahtaraan Rakyat, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Agama dan Menteri Keuangan pada hari Senin tanggal 4 Juli 2005.
Dengan menyadari keterbatasan keuangan negara untuk mencapai anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari APBN akan dilakukan secara bertahap. Keputusan Pemerintah dengan Komisi VI DPR-RI (1999-2004), menyepakati bahwa anggaran pendidikan adalah 6,6% pada tahun 2004 (sekitar Rp 20,5 triliun), menjadi 9,3% pada tahun 2005 (sekitar Rp 26,114 t), kemudian meningkat menjadi 12% pada tahun 2006 (sekitar Rp 40,255 t), selanjutnya menjadi 14,7% pada tahun 2007 (sekitar Rp 44,058 ), berikutnya menjadi 17,4 % pada tahun 2008 (sekitar Rp 45,254 t), dan terakhir 20,1% pada tahun 2009 (sebesar Rp 62,485 t). Dengan pengertian bahwa 20% APBN di atas dihitung dari Anggaran Belanja Pusat, yaitu: APBN dikurangi dengan Anggaran Daerah yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana bagi hasil pendapatan minyak dan gas bumi, serta sumber daya alam lain.
Formulasi besaran 20% dari APBN inipun menjadi persoalan tersendiri. Masih ada ketidak kesepakatan penentuan 20% untuk anggaran pendidikan antara DPR-RI dengan Pemerintah. Sehingga perlu ada persamaan persepsi terhadap anggaran pendidikan, dana pendidikan ataukah yang dimaksud adalah anggaran atau dana fungsi pendidikan? Ketiga definisi ini akan berbeda ketika dimunculkan dalam bentuk angka-angka. Belum lagi, penentuan perhitungan sebagai pembilang maupun pembagi. Dengan formulasi yang berbeda, maka Pemerintah dapat mengklaim bahwa anggaran pendidikan telah mencapai 20%.
Mengingat adanya perbedaan formulasi perhitungan besaran 20% antara Komisi X DPR-RI dengan Pemerintah, Komisi X DPR-RI pernah membentuk Panja Anggaran Pendidikan 20% yang pada tanggal 24 September 2007 memberikan rekomendasi diantaranya yaitu:
a. Agar definisi anggaran pendidikan dimasukkan di dalam ketentuan umum UU APBN 2008 dan,
b. Agar Komisi X DPR-RI menyampaikan kepada Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR-RI untuk meningkatkan anggaran pendidikan sesuai dengan amanah konstitusi.

Politik anggaran tersebut, utamanya merujuk pada tiga pilar kebijakan pendidikan yang tertuang dalam Renstra Depdiknas 2005-2009 yaitu:
1. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan,
2. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, dan
3. Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.

Untuk mewujudkan pendidikan bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau oleh rakyat secara umum, pada RAPBN TA 2009 masih berorientasi pada penuntasan wajar dikdas 9 tahun. Ini dapat terlihat pada anatomi anggaran yang lebih berbentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Murid (BOM), Ruang Kelas Baru (RKB), Unit Sekolah baru (USB), bansos dan lain sebagainya yang pada intinya lebih mengedepankan pada akses pendidikan dasar dan menengah. Dari alokasi anggaran tersebut di atas, hampir 50% dialokasikan untuk penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
ANGGARAN PENDIDIKAN UNTUK PENDIDIKAN TINGGI
Dari 7 (tujuh) unit utama di Depdiknas yang mendapat alokasi dana terbesar adalah Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen MPDM), kemudian Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Ditjen MPDM mendapat alokasi dana sejumlah Rp 25,030 T dan Ditjen Dikti sejumlah Rp 18,475 T untuk tahun anggaran 2009. Sedangkan alokasi anggaran untuk PNFI Rp 2,462 T dan Balitbang sebesar Rp 1,0 T.
Untuk anatomi anggaran Dikti tahun 2008 tergambar pada tabel di bawah ini.













Dengan anatomi anggaran Dikti seperti tersebut di atas, maka peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan sangat rendah. Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi pada pilar pemerataan dan perluasan akses bagi penduduk usia 19-24 tahun yang berjumlah sekitar 25 juta untuk menjadi mahasiswa atau masuk perguruan tinggi, APK pada tahun 2005 hanya 15,26%, 2006 APK 16,91% dan 2007 APK 17,26%. Dibandingkan dengan Negara China sudah mencapai 20,3%, Philippina 28,1%, Malaysia 32,5%, Thailand 42,7% dan Korea 91%.












Membandingkan program wajib belajar yang dilaksanakan dibeberapa negara dan persentase anggaran pendidikan terhadap PDB tergambar sbb (World Development Indicator 2003) :

NEGARA COMPULSARY TINGKAT
1. Indonesia 6-15 tahun SMP
2. Malaysia 6-15 tahun SMP
3. Singapura 6-15 tahun SMP
4. Thailand 6-15 tahun SMP
5. Philipina 6-15 tahun SMP
6. Brunei 6-17 tahun SMA
7. Australia 6/7 -16 tahun Kelas 10
8. Canada 6-21 tahun Perguruan Tinggi
9. Amerika 6-16 tahun Kelas 10
NEGARA PERSENTASE ANGGARAN
1. Indonesia 1,4
2. Vietnam 2,8
3. Srilangka 3,4
4. Philipina 3,4
5. Brunai 4,4
6. Thailand 5,0
7. India 5,1
8. Malaysia 5,2
9. Korea Selatan 5,3
10. Jepang 7,3
11. Nigeria 2,4

Dengan gambaran tersebut di atas, Indonesia melaksanakan program wajib belajar mulai anak usia 6-15 tahun seperti halnya negara lain, hanya saja jika dilihat dari sisi persentase anggaran pendidikan terhadap PDB, Indonesia menempati urutan paling bawah yaitu hanya 1,4% sementara tertinggi adalah Jepang 7,3%.
Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam (2,8%) masih tertinggal 50%. Sehingga secara dunia, kualitas pendidikan di Indonesia hanya berkisar pada ranking 114 sementara Vietnam pada urutan 101. Untuk diketahui, kualitas pendidikan nomor satu di dunia adalah Negara Finlandia.
Dengan memenuhi amanat konstitusi dan peningkatan kualitas pendidikan maka Indek Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia akan meningkat. IPM Indonesia pada tahun 2006 berada pada peringkat 108 dunia sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini.


Peringkat IPM dari tahun 2001 s.d. 2006 (UNDP: Human Development Report) :


















Dari IPM tersebut di atas terlihat bahwa Indonesia hanya unggul satu poin dengan Vietnam sementara dengan negara lain Indonesia masih tertinggal.
Dengan semangat konstitusi, UU No. 20/2003, dan telah terbitnya PP No. 47/2008 dan PP No. 48/2008 maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan, melalui prinsip equity, equality, dan efficiency.
Disamping itu, pemenuhan anggaran 20% dari APBN dan APBD dalam rangka mewujudkan wajib belajar tanpa dipungut biaya, peningkatan kualitas guru dan peningkatan kualitas pendidikan harus diwujudkan. Dengan peningkatan kualitas pendidikan tentu saja akan meningkatkan IPM. Konstitusi telah mengamanatkannya, maka tidak boleh tidak harus dipenuhi dan dijalankan secara konsekuen.
PENUTUP
Konstitusi, UU dan Pemerintah telah mendorong wajib belajar tanpa dipungut biaya. Komsi X DPR RI mempunyai sikap politik yang tidak berbeda dan menghendaki mulai TA 2009 pendanaan pendidikan untuk wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mengarah pada pendidikan tanpa pungutan biaya.
Setidaknya ada 3 (tiga) prinsip pendidikan yang harus terpenuhi yaitu: equity, equality dan efficiency. Diperlukan pemerataan pendidikan yang bermutu yang berkeadilan sehingga tidak menimbulkan kesenjangan kondisi sekolah di daerah.
Selain meningkatkan kualitas pendidikan melalui disparitas APK yang semakin mengecil dan peningkatan kualitas guru, yang perlu ditingkatkan adalah perbaikan ruang sekolah, pengadaan buku yang berkualitas, ruang lab, perpustakaan, penyediaan beasiswa, dan yang tak kalah penting adalah peningkatan kesejahteraan guru.

















Referensi
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar.
4. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
5. Depdiknas, Bahan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dalam pembahasan RAPBN.
6. http://pk.sps.upi.edu/artikel_hamid.html.
7. Bappenas, Bahan rapat dalam pembahasan RAPBN.
8. World Development Indicator.
9. UNDP, Human Development Report.
10. Drg. H. Tonny Aprilani, Telaah Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan.
11. Prof. Dr. Sudigdo Adi, dr. SpKK (K), Peran Wakil Rakyat Dalam Mengalokasikan Sebagian dari Porsi 20% Anggaran Pendidikan Untuk Rumah Sakit Pendidikan.