Sabtu, 07 Juli 2012

rangkaian kata keabadian

dinda..aku ingin rangkai kata ini../ Menjadi syair menjadi sajak../ Sebab sajak adalah keindahan../ Dan kau bagian dari keindahan../ dinda..Aku ingin lukis langit../ penuh warna menjadi pelangi../ Sebab pelangi adalah pesona../ Dan keindahanmu adalah pesona../ dinda..Aku ingin pahat batu../ Menjadi catatan keabadian../ Sebab namamu terpahat abadi d sanubariku../ Menjadi sajak.,/ menjadi pelangi../ Menjadi abadi../

menggagas format Indonesia masa depan

ABSTRAK Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi objektif bangsa ini, apa permasalahannya dan hal apa yang kemudian dijadikan rujukan penyelsaian dan solusi untuk mengeluarkan bangsa ini dari keterkungkungan ketidakmampuan menjaga amanah dan cita cita kolektif masyarakat bangsa ini kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. A. Pendahuluan Indonesia adalah tamsil kenegaraan. Membaca Indonesia adalah membaca pemerintah. Sedang Indonesia ibarat manusia yang berkembang dari usia muda, dewasa, hingga tua. Saat ini Indonesia berada dalam usia dewasa. Beragam kemungkinan menunggu di masa depan. Entah kelak menjadi negara kuat dan besar atau masih dalam failing state (negara tidak berhasil) atau bahkan tersentak dalam failed state (negara gagal). Jamak diketahui, Indonesia berjimbun sejarah, mulai dari kekelaman, kealpaan, kegelapan, hingga membentuk sebuah harapan. Sebuah negara hasil interaksi bermacam unsur tematis dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak tahun 1945. Semua bidang mewujud dalam satu paket kenegaraan, baik ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, dan militer. Realitanya, saat ini Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Di sisi lain, menurut proyeksi lembaga kependudukan dunia, penduduk bumi akan berhenti tumbuh di sekitar 2050 pada jumlah total mencapai 9,15 milyar jiwa. Indonesia akan tetap berlangsung dalam periode demographic bonus hingga tahun 2040. Periode ini merupakan jendela peluang di mana tingkat ketergantungan di Indonesia berada pada posisi terendah. Di satu sisi, dalam konteks demikian, Indonesia yang tak kunjung memiliki sistem perekonomian yang cocok. Pelbagai sistem telah dipakai namun tak ada yang berhasil. Indonesia gamang menentukan komposisi yang pas antara peranan pemerintah dan dunia usaha dalam meningkatkan perekonomian negara. Indonesia hingga kini tak mampu mengambil manfaat akan luasnya wilayah NKRI yang membentang seluas Eropa Barat dan memiliki tempat strategis bagi transportasi laut. Sumber daya alam Indonesia sangat melimpah. Endapan gas alam dan minyak bumi, serta batu bara, begitu berlimpah di republik ini. Di Papua dan beberapa pulau tertentu di Sulawesi dan NTB juga terdapat endapan mineral yang dapat ditambang untuk puluhan tahun ke depan. Maka, jika kondisi ini tetap bertahan, minimal hingga tahun 2020, Indonesia bakal masuk dalam kategori negara yang tidak berhasil (failing state). Kondisi kelam ini juga disebabkan oleh perjalanan Indonesia yang mulai sejak merdeka penuh dengan bias penjarahan kekayaan alam. Hal ini harus segera dituntaskan. Jika tidak, republik ini terancam menjadi negara gagal (failed state). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi bangsa Indonesia saat ini ? 2. Apakah sistem dan format terbaik bangsa ini ? C. Pembahasan a. Kondisi objektif Apakah Indonesia itu? Pertanyaan ini sederhana tetapi mendasar. Indonesia bukan hanya nama sebuah negara, tetapi juga sebuah bangsa yang memiliki sejumlah realitas-obyektif: baik dari segi geografisnya, budayanya, keragaman penduduknya, adat-istiadat dan agamanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk (plural). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan yang membentang dari Sabang (Aceh, Pulau Sumatera) sampai Merauke (Papua), secara geografis terdiri lebih dari 13.667 pulau. Letak geografisnya di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Hindia/Indonesia dan Pasifik). Negeri yang dilalui garis Kathulistiwa dan demikian luas ini beriklim tropis, dan memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Dari sudut demografi, Indonesia berpenduduk sekitar 210 juta jiwa lebih dan berada pada urutan keempat besar dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari sudut kekayaan budayanya, Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multietnis, dengan lebih dari 100 etnis atau subetnis. Tercatat juga 583 bahasa dan dialek lokal di seluruh Indonesia, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Indonesia juga merupakan negara multireligius di mana terdapat berbagai agama, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama), yang secara filosofis terungkap dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. b. Permasalahan Sebenarnya hampir tak terjadi lagi perdebatan diantara banyak kalangan bahwa saat ini Indonesia mengalami banyak persoalan, dihadapan kita seolah tanpa filter lagi kita disajikan dengan pelbagi persoalan negeri yang nyaris tanpa penyelesaian, baik persoalan korupsi yang saat ini melibatkan hamper dsetiap lini pemerintahan Indonesia, belum lagi persoalan keadilan yang begitu pandang bulu, apalagi kalau kita menelisik persoalan kesejahteraan rakyat. Maka wajarlah jika ada sebagian anak bangsa yang mempersoalkan dimana letak keberpihakan Negara terhadap rakyatnya ? bahkan beberapa anak bangsa memaksakan mosi tidak percaya terhadap Negara. Saya fikir ini adalah permasalahan yang sangat serius dan musti dicarikan jalan keluarnya. Padahal rasa keadilan masyarakat adalah modal utama memangun bangsa. Menurut Dr Fuad bawazir yang dikutif oleh Taufik Amrulah kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia. Lalu apa yang musti dilakukan ? dan darimanakah kita mulai membenahinya ? masih menurut Taufik Amrulah, ada tiga persoalan yang mendasar bangsa ini yang harus dibenahi. Pertama, kemandirian bangsa yang semakin tergadai, pemimpin negeri ini bahkan tidak mampu keluar dari pengaruh neoliberalisme yang dianut oleh cabinet ekonomi Indonesia sendiri. Privatisasi sebagai kedok menjual asset pada asing malah terus dilanjutkan, disektor pertambangan masih sangat kuat bahkan terus dilanjutkan seperti renegosisi blok cepu dengan exxonMobile, Freeport dan Newmont. Pulau pulau perbatasan dicaplok bahkan malah diperjualbelikan. Penjajahan gaya baru menandakan bahwa negeri ini tidak pernah benar benar merdeka, bahkan indikasi kembalinya neokolonialisme (the creeping back of neocolonialism) semakin jelas Kedua, kegagalan mengelola transisi reformasi nasional. Masa transisi berkepanjangan sejak reformasi ’98 menjadi persoalan di setiap sector. Pemimpin bangsa di era reformasi gagal melakukan konsolidasi kebangsaan untuk membawa Indonesia take off menjadi salah satu raksasa Asia. Bahkan harus tertingal dari Thailand, Malaysia bahkan Vietnam Ketiga, kelemahan pemimpin yan berkuasa. Tidak dapat dihindari bahwa dominasi asing dan pertarungan kekuasaan di Indonesia amat keras. Itu kenapa mahasiswa Indonesia harus mengidolakan seorang Ahmadinejad yang sederhana tapi kukuh membangun nuklir untuk perdamaian, atau evo mireles dan Hugi chaves yang berani menasionalisasikan asset? Rakyat merindukan hadirnya pemimpin yang punya karakter kuat dan punya visi kebangsaan, sehingga Indonesia kembali disegani sebagai macan Asia. c. Indonesia masa depan, mendaras ulang kemardekaan dan memaknai kembali tujuan berdemokrasi Lebih setengah abad bangsa Indonesia melewati masa masa kemardekaanya. Kemardekaan yang merupakan impian setiap bangsa di kala berada dalam suasana terpenjara, tertindas dan terhegemoni oleh kekuatan luar. Semngat kemardekaan yang mampu memompa adrenalin kepahlawanan untuk gigih berjuang secara frontal dan berkorban dihdapan para penjajah tanpa harus memikirkan nasibnya sendiri. Tatkala kemardekaan diraih dengan semngat nasionalisme, seharusnya kondisi yang mencerahkan pada generasi berikutnya terealisai.namun kenyataannya, alih alih menjadi kenyataan, harapan pun relative tidak terakomodasi. Semngat nasionalisme tidak mampu menghantarkan penerus bangsa ini kealam kehidupan yang lebih baik. Bangsa ini masih tertatih tatih untuk membuktikan dirinya sebagai angsa besar karena semngat perjuangan para pendahuluna. Segudang persoalan masih menganga didepan mata ditambah runtuhnya jati diri bangsa ang kuat dan utuh nyata dipelupuk mata. Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Ironisnya, peran penguasa hingga saat ini terkesan tidak perduli pada realitas masyarakat yang semakin jauh meninggalkan cita cita ideal nasionalisme. Kentalnya sikap oportunis politik semakin mengurai ikatan sosial bangsa. Riak riak perlawanan yang mengarah pada sikap separatis berbagai daerah disikapi dengan tidak arif dengan mengedepankan kebijakan tambal sulam dan cenderung militeristik. Bukan kemudian menganalisa penebab perlawanan yang lebih berupa ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik. Ketidak adilan dan cita cita kemerdekaan yang semakin hari semakin menjauh menyebablan sebagian anak bangsa mencoba untuk kembali mengarah luruskan cita cita kemardekaan yang sempat terbelokkan oleh prilaku politik ang culas. Tentunya masih sangat tajam aroma perlawanan kaum muda ‘98 dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya. Keruntuhan imperium orde baru memberikan tanda bahwa era baru akan segera tiba, namun harapan tinggalah menjadi harapan, sementara nyatanya masih jauh panggang dari api. Kita kembali disodorkan dengan kondisi kebangsaan yang nyaris tak ada beda dengan ketika soeharto memimpin, sepertinya kita hanya mendapatkan kebebasan dalam hal menyampaikan pendapat (demokasai) sayangnya semnagat demokrasi itu tidak menyentuh substansi dari persoalan masyarakat itu sendiri, yaitu kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi yang melahirkan pilihan pada system perwakilan hanya menghasilakan elit alit tertentu yang memperkuat kecenderungan pola demokrasi elitis yang disinyalir sebelumnya oleh geatano mosca. Demokrasi elitis menegaskan realitas bahwa di setiap masyarakat, pihak pihak tertentu hasil pilihan mayoritas membuat keputusan keputusan besar. Dalam konteks ini, oligarki kekuasaan bermetamorfosa dalam bentuk baru dan senantiasa hadir setiap saat. Bakan sulit mengatur pemerintahan tanpa menerima keberadaan seorang atau sekelompok mayoritas masyarakat atau sekedar mengajak partisipasi masyarakat dalam suatu urusan public (Fahri Hamzah 2010 : 81) Sebenarnya demokrasi bukan sekedar ajang prosedural di mana masyarakat hanya berkutat pada hiruk pikuk imabas kebijakan alam demokrasi, mulai dari terbukanya akses demokrasi langsung lewat pemilhan umum langsung, ataupun penyebaran dan akses informasi yang lebih merata di ruang public serta sikap kritis lebaga lembaga sosial kemasyarakatan dalam menganalisa setiap tindak tanduk penyelenggara Negara. Namun, juga sikap kerelaan untuk berkorban dan mengedepankan kepentingan bersama dan kelompok. Memang bukan persoalan mudah untuk mewujudkan demokrasi yang bersifat substansial dengan tujuan tujuan mulia yang dikandungnya. Negara dan rakyat adalah dua penopang utama demokrasi yang saling mengawal sikap satu sama lain. Jika kita lelah dengan kehidupan demokrasi yang cenderung lambat dan memakan korban, maka kitapun lebih lelah dengan kehidupan otoriter yang tidak sekedar mengancam kehidupan kita, namun juga generasi-generasi masa depan Kita memaklumi kekecewaan sebagian pihak yang memandang euphoria reformasi tidak sekedar membawa berkah, namun juga bencana bagi segelintir orang yang kalah dalam pertarungan politik yang mengikuti alur demokrasi. Alam demokrasi memungkinkan peran dan partisipasi rakyat yang lebih besar dalam lingkup kekuasaan. Kekuasaan adalah amanah berdasarkan kebebsan dan kedaulatan rakyat yang diembankan di atas pundak para pengelola Negara, berbagai kebijakan sosial dan politik ang dikeluarkan oleh Negara memperoleh porsi ang besar untuk menuai tuntutan tanggung jawab dan kritik. Lebih dari itu, penyelewangan atas tanggung jawab dan kebijakan yang tidak memiliki imbas positif dan merata pada sekuruh rakyat, akan menuai sanksi sosial dan politik dari rakyat. Dalam literatur politik yang mengusung niali dan makna demokrasi, demokrasi memang cenderung menghasilkan sebuah proses yang lambat. Sebab proses tersebut sarat dengan dialog, kompromi, konspirasi, kompensasi hingga konsesus tanpa henti. Demokrasi bagi para pengagumnya membutuhkan kesabaran dan keuletan politik dengan tetap menyisakan ruang publik yang menata hubungan antar individu atau antara pihak yang diperintah dengan penguasa. Memilih demokrasi berarti menyiapkan diri untuk bersabar pada sebuah proses yang terkadang melelahkan. Situasi inilah yang sedang berlangsung, di mana pertumbuhan ekonomi terasa lambat dan tak berbekas pada tataran ekonomi rill dengan konsekuensi penurunan tingkat kesejahteraan rakyat sebagai taruhan. Pemilu yang langsung, media masa dan organisasi kemasarakatan yang kritis hanyalah imbas dari berkah demokrasi dan bagian dari demokrasi prosedural serta bukanlah hakikat dari demokrasi itu sendiri, sebab hakikat dari demokrasi itu sendiri masih membuka ruang untuk beradu argumentasi tentang tafsirnya. Namun selama nilai nilai kebebasan, persamaan dan persaudaraan belum berimbas pada kesejahteraan rakyat, selama itu pula demokrasi hanyalah lip service. D. Penutup (kesimpulan) Adalah sebuah harapan dan cita cita kolektif mayarakat bangsa ini menuju keadilan sosial serta persamaan atas hak dan sebagainya, tentunya kita tidak menginginkan bahwa bangsa ini kembali terjerumus pada masa kelam pasca kemardekaan, sebab adalah tugas bersama kita mengembalikan cita cita kemardekaan yang pernah di gagas oleh para pendiri bangsa ini. Kita tentu menyadari bahwa bukanlah sesuatu yang mudah untuk mewujudkannya, namun bukanlah mental pemuda sikap berputus asa dan menghindar dari tanggung jawab sejarah. Setidaknya dari generai ke generasi kaum muda muncul memaninkan peran kepahlawanan, walaupun tak setuntas yang diharapkan setidaknya mereka berani berbuat. Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. Terakhir, simpanlah kenanganmu masa lalu dan lapisi itu dengan baja, selama masih ada semngat untuk melakukan perlawan, dan selama masih ada tirani yang musti kau lawan, maka selama itu pula masih ada momentum kepahlawanan yang bisa dimainkan dan masih ada sejarah baru yang layak untuk ditulis. E. Daftar Pustaka Amrullah Taufik, 2008. KAMMI Menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan Indonesia. Jakarta : Muda cendikia Hamzah Fahri,2010. Negara, Pasar dan Rakyat. Jakarta : Faham Indonesia Diana Rima, 2008. Bergerak melawan perubahan. Malang :Intrans Publising Malang Arif rahman hakim. Mengeja Indonesia maa depan Diakses di google pada 13 juni 2012 Diakes di http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 10 June, 2012, 11:26

sebuah telah kritis terhadap bangsa

BAB I A. Latar belakang masalah Umat muslim merupakan penduduk mayoritas dan terbesar di dunia. Sebagai penduduk mayoritas seharusnya dalam menjalani tatanan kehidupan bermasyarakat harus sesuai dengan cita-cita agamanya, yakni suatu kehidupan yang Islami. Namun fenomena yang terjadi di kehidupan dewasa ini sangat kontras dengan harapan dan keinginan Islam, di zaman yang menuntut pola hidup dan pemikiran yang progesif untuk mengimbangi modernisasi budaya barat yang sedang melanda dunia, umat Islam bukannya semakin memperkuat Ukhuwah Islamiyahnya, tetapi menjadi semakin tertutup dan saling mencurigai terhadap kelompok Islam yang lain. Pada awalnya abad 21 ini banyak terjadi peristiwa peristiwa revolusioner, spektakuler dan dramatis yang akan merubah wajah dunia mendatang terkhususnya peristiwa revolusi di timur tengah. Peristiwa peristiwa revolusioner yang telah menggemparkan umat manusia baik dalam bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, militer, pendidikan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, seni dan lainnya. Peristiwa peristiwa yang terjadi diluar perkiraan dan rencana manusia. Semua ini terjadi seakan akan telah dimulainya jaman baru dalam sejrah umat manusia di muka bumi yang dikenal dengan millenium ketiga bersama dengannnya munculah tren tren baru yang akan menentukan corak dunia di masa depan. Ada sebuah ekspektasi yang begitu besar ditengah tengah umat Islam untuk menjemput kembali kejayaan Islam yang setelah sekian lama terlepas dari Islam pasca runtuhnya kekholifahan turki ustmani. Harapan kolektif umat ini sebenarnya bukanlah hanya mimpi kosong yang mengawang ngawang namun memang harapan itu punya potensi untuk terejawantahkan. Kemenangan beberapa partai yang berafiliasi kepada gerakan Ikhwan di Mesir, serta tampilnya kelompok Salafi yang selama ini mengklaim anti-politik, terasa mengejutkan bagi langgam politik Islam.Para pakar Timur Tengah menyebutkan, fenomena politik di negara-negara Arab saat ini merupakan imbas dari perjuangan panjang kaum Islam Politik selama bertahun-tahun di pentas politik Arab.Akan tetapi, terselip sebuah fenomena menarik: ekspresi politik mereka justru semakin menginklusi diri terhadap demokrasi, kebebasan berpendapat, serta toleransi yang selama ini tak nampak dalam wajah maupun bahasa politik meereka. Mengapa bisa terjadi demikian? Apakah ini pertanda terjadi liberalisasi dalam gerakan politik Islam? Bagaimana masa depan ‘Islam Politik’ pasca-pemilu? Selama masa-masa ‘diktator Arab’ dari Assad di Syria, Mobarak di Mesir, Saleh di Yaman, hingga Ben Ali di Tunisia, kaum Islamis terpinggirkan. Kita masih ingat bagaimana perjuangan bawah tanah Ikhwan ketika direpresi rezim Nasser sejak pertengahan 1950-an hingga akhirnya tampil dalam gerakan massa di revolusi Arab awal 2011. Krisis kapitalisme yang segera berubah menjadi gerakan massa menjadi momentum politik bagi Ikhwan dan beberapa kelompok Islamis lain. Salafi, yang selama ini berlindung nyaman melalui basis sosial-keagamaannya, agaknya tak bisa berlama-lama juga tertidur. Segera mereka membuat partai politik setelah kebebasan politik terjamin. * Kondisi objektif dan potensi kebangkitan, sebuah pendekatan kebangkitan Analisis swot : 1. Strengh : • Alloh • manhaj islam yang sempurna • Pertumbuhan umat muslim • Mulai munculnya pemimpin muslim • Faktor kejayaan umat islam • Banyaknya gerakan islam di dunia 2. Weaknes : • Perpercahan di kalangan umat islam • Jauh dari nilai islam • Terputusnya sejarah kejayaan umat islam • Gerakan islam lebih menonjolkan perbedaan 3. Opportunity : • Sistem kafir yang mulai lemah • Terbukanya pintu2 kaderisasi 4. Treath : • Konspirasi dr pihak2 yg memerangi islam • Sistem ekonomi, informasi, keamanan msh d kuasai kafir ** upaya membangkitkan umat, mencari makna strategi dan taktis gerakan 1. Faktor-Faktor Kemunduran Peradaban Umat Islam: a. Faktor Internal: Buku Pilar-Pilar Kebangkitan Umat Hal 29. b. Faktor eksternal: Perang pemikiran, kapitalisasi ekonomi dan perang fisik yang dilakukan oleh peradaban selain Islam. 2. Analisis Kondisi / Realitas Peradaban Umat Islam saat ini a. Analisis Kondisi Ekonomi: - Dunia sedang mengalami Krisis Finansial Global, Islam menjadi salah satu alternatif solusi. - Mulai berkembangnya perbankan syariah di dunia. - Proyeksi 10 Tahun lagi akan dibutuhkan Sumber Daya Ekonomi Islam. - Akan tetapi belum ada lembaga pendidikan yang fokus kepada isu-isu ekonomi Islam. - 9,14% (5,54 triliun US$) PDB dunia berasal dari dunia Islam, dinilai masih sedikit. - Ditengah-tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat bermunculan lembaga-lembaga keuangan seperti World Islamic Economy Forum (WIEF), Islamic Development Bank (IDB), yang bisa menyaingi Lembaga-lembaga keuangan internasional lain seperti IMF dkk. - Belum optimalnya potensi sistem zakat sebagai ujung tombak perekonomian umat Islam. Potensi zakat dunia 6000 triliun US$ menurut World Zakat Forum (WZF) tahun 2011. Potensi Zakat di Indonesia dapat mencapai 254 triliun. b. Analisis Kondisi Ideologi: - Ragam Ideologi: Kapitalis (Liberalis), Komunis (Sosialis), Islam. - Belum ada contoh negara yang benar-benar menerapkan ideologi Islam. - Tidak ada negara yang benar-benar konsisten melaksanakan ideologi yang dianutnya. c. Analisis Kondisi Masyarakat dan Budaya: - Ada beberapa prototipe kelompok masyarakat yang sudah menerapkan budaya Islam. - Masih banyak yang mengganjal kejayaan Islam dari setiap budaya masyarakat yang ada. - Lambatnya proses asimilasi dan akulturasi Islam dalam budaya masyarakat, dikalahkan oleh cepatnya proses asimilasi dan akulturasi budaya non-Islam 3. Strategi Mencapai Kejayaan Umat Islam a. Strategi Ekonomi - Melakukan pembinaan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat / umat Islam yang terus menerus dan berkelanjutan mengenai sistem ekonomi Islam - Membentuk lembaga pendidikan yang fokus terhadap isu-isu ekonomi Islam - Membuat / membentuk / menumbuh kembangkan perbankan-perbankan / lembaga-lembaga keuangan yang berbasis Islam (syariah) contoh: koperasi syarah, Pasar Modal Syariah - Adanya pemisahan lembaga-lembaga perbankan syariah dan konvensional - Memasukkan orang-orang yang kompeten dalam bidang ekonomi Islam untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan strategis ekonomi global b. Strategi Ideologi - Pendidikan terhadap masyarakat / umat Islam sejak dini - Penyebaran harakah-harakah dakwah Islam di berbagai Negara di dunia - Mengefektifkan peran ulama dalam berbagai bidang - Ikut andil dalam kerangka-kerangka peradaban - Membentuk program perbaikan komprehensif - Mendialogkan konsep ideologi Islam dengan ideologi lainnya c. Strategi Politik, Pemerintahan dan Tata Negara - Menggalang basis sosial untuk penetrasi dari luar untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan - Melakukan penetrasi kebijakan dari dalam institusi Negara - Meningkatkan posisi tawar umat Islam di mata dunia dalam forum-forum perkumpulan negara-negara di dunia - Membentuk dan mengoptimalkan institusi pemersatu umat Islam di seluruh dunia sebagai sarana konsolidasi d. Strategi Budaya - Ideologisasi di tataran masyarakat / umat Islam - Akulturasi dan Asimilasi budaya Islam dalam masyarakat *** konspirasi dunia, sebuah tantangan global menuju masa depan • Peta konspirasi media • Peta konspirasi ekonomi • Peta konspirasi militer • Peta konspirasi politik **** Studi kritis kondisi Tata Negara Indonesia Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. “Ciri khas dari negara demokrasi konstitusional ialah gagasan pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya.” “Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi; maka dan itu sering disebut pemerintahan berdasarkan konstitusi (Constitutional Government). Jadi, Constitutional Government sama dengan Limited Government atau Restrained Government.” “Pada waktu demokrasi konstitusional muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang konkrit, yaitu pada akhir abad ke-19, dianggap bahwa pembatasan atas kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi dari warga negara.” Disamping itu, “kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintah dalam tangan satu orang atau satu badan.”4 “Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini dikenal dengan istilah negara hukum (Rechtsstaat) dan Rule of Law.” Dalam praktek ketatanegaraan, “perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dari sudut pandang Hukum Tata Negara merupakan ”Conditio Sine Quonon” bagi penataan ulang sistem pemerintahan dan ketatanegaran.” “Hal ini dilakukan dalam rangka mendesain demokrasi atau kedaulatan rakyat yang berorientasi pada tegaknya Rule of Law, pengendalian kekuasaan, otonomi dareah, civil society dan checks and balances.” Hal tersebut merupakan salah satu agenda reformasi yang harus di lakukan oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah kepastian system pemerintahan dalam ketatanegaraan Indonesia yaitu mengenai peran lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Ditinjau dari prespektif sejarah, “amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sebanyak empat kali, yaitu amandemen pertama dilakukan pada tahun 1999, titik berat dalam perubahan pertama adalah tentang pembatasan kekuasaan Presiden.” Kemudian, “amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, titik berat dalam perubahan kedua tentang Hak Asasi Manusia (HAM), kemudian amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, titik berat perubahan tentang kelembagaan Negara.” Sedangkan, “amandemen terakhir atau atau amandemen keempat dilakukan pada tahun 2002.” Hal ini menyebabkan, “implikasi terhadap perubahan struktur ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945 dari yang pertama sampai dengan yang keempat terutama yang berkaitan dengan kekuasaan dalam negara, telah mengakibatkan terjadinya pergeseran kekuasaan dari lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif (executive heavy ke arah legislative heavy).” “Pemikiran mengenai perlunya mekanisme saling mengawasi dan kerja sama telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (Distribution Of Power) yang menekankan pada pembagaian fungsi-fungsi pemerintahan dan teori Check And Balances.” Dilihat dari sejarah tentang teori pemisahan kekuasaan, “teori pemisahan kekuasaan (Separation of Powers) ini awalnya dikemukan oleh John Locke pada tahun 1690 dan kemudian dikembangkan oleh Montesquieu pada pertengahan abad XVIII.” “Doktrin ini bertujuan mencegah konsenterasinya kekuasaan secara absolut disatu tangan, sehingga cenderung sewenang-wanang dan berpeluang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (misuse power).” “Melalui bukunya yang berjudul “Two Treaties of Government” John Locke mengusulkan agar kekuasaan didalam negara itu dibagi-bagi kepada organ-organ negara yang berbeda.” Selanjutnya, “menurut John Locke agar pemerintah tidak sewenangwenang harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan didalam negara kedalam tiga macam kekuasaan.” Tiga macam kekuasaan menurut Locke tersebut adalah sebagai berikut: a) “Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang). b) Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang) c) kekuasaan Yudikatif Maping Relasi B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi objektif umat Islam ? 2. Bagaimanakah solusi dan taktis gerakan ? 3. Bagaimanakah format ideal bangsa Indonesia ? C. Tujuan Penulisan Penulisan analisis strategis umat Islam dan Bangsa Indonesia dalam paper ini adalah guna mengobjektifikasi kondisi kekinian agar kemudian mampu membaca dan mengidentifikasi permasalahan dan mencarikan solusi yang transformatif guna merekonstruksi peradaban baru Islam, kemudian pula tulisan ini diharapkan sebagai referensi kritis dan sebagai sarana untuk memperkaya khasanah pemikiran BAB II Landasan Teori 1. Fiqh Tamwin wa Nashr 2. Konsepsi Negara Ikhwanul Muslim BAB III Hasil Analisis 1. Strategi menghadapi tantangan global 2. Format baru Indonesia, menuju Negara berkeadilan dan berkesejahteraan BAB IV Kesimpulan BAB V Daftar Pustaka Budiarjo, Miriam, 2008 Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Thaib, Dahlan. 2009 Ketatanegaran Indonesia Perspektif Konstitusi, Total Media. Iswanto, 2006 Bahan Kuliah HTN II, Hak Legislasi “Hak Legislasi dalam Tiga Undang-Undang Dasar Republik Indonesia”, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Satya Bhakti, Teguh 2009. Pola Hubungan Presiden dan Legislatif Menurut Perubahan UUD 1945, Jurnal Konstitusi Volume 6 Nomor 4, Nopember 2009,