Sabtu, 07 Juli 2012

menggagas format Indonesia masa depan

ABSTRAK Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana kondisi objektif bangsa ini, apa permasalahannya dan hal apa yang kemudian dijadikan rujukan penyelsaian dan solusi untuk mengeluarkan bangsa ini dari keterkungkungan ketidakmampuan menjaga amanah dan cita cita kolektif masyarakat bangsa ini kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. A. Pendahuluan Indonesia adalah tamsil kenegaraan. Membaca Indonesia adalah membaca pemerintah. Sedang Indonesia ibarat manusia yang berkembang dari usia muda, dewasa, hingga tua. Saat ini Indonesia berada dalam usia dewasa. Beragam kemungkinan menunggu di masa depan. Entah kelak menjadi negara kuat dan besar atau masih dalam failing state (negara tidak berhasil) atau bahkan tersentak dalam failed state (negara gagal). Jamak diketahui, Indonesia berjimbun sejarah, mulai dari kekelaman, kealpaan, kegelapan, hingga membentuk sebuah harapan. Sebuah negara hasil interaksi bermacam unsur tematis dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak tahun 1945. Semua bidang mewujud dalam satu paket kenegaraan, baik ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, dan militer. Realitanya, saat ini Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Di sisi lain, menurut proyeksi lembaga kependudukan dunia, penduduk bumi akan berhenti tumbuh di sekitar 2050 pada jumlah total mencapai 9,15 milyar jiwa. Indonesia akan tetap berlangsung dalam periode demographic bonus hingga tahun 2040. Periode ini merupakan jendela peluang di mana tingkat ketergantungan di Indonesia berada pada posisi terendah. Di satu sisi, dalam konteks demikian, Indonesia yang tak kunjung memiliki sistem perekonomian yang cocok. Pelbagai sistem telah dipakai namun tak ada yang berhasil. Indonesia gamang menentukan komposisi yang pas antara peranan pemerintah dan dunia usaha dalam meningkatkan perekonomian negara. Indonesia hingga kini tak mampu mengambil manfaat akan luasnya wilayah NKRI yang membentang seluas Eropa Barat dan memiliki tempat strategis bagi transportasi laut. Sumber daya alam Indonesia sangat melimpah. Endapan gas alam dan minyak bumi, serta batu bara, begitu berlimpah di republik ini. Di Papua dan beberapa pulau tertentu di Sulawesi dan NTB juga terdapat endapan mineral yang dapat ditambang untuk puluhan tahun ke depan. Maka, jika kondisi ini tetap bertahan, minimal hingga tahun 2020, Indonesia bakal masuk dalam kategori negara yang tidak berhasil (failing state). Kondisi kelam ini juga disebabkan oleh perjalanan Indonesia yang mulai sejak merdeka penuh dengan bias penjarahan kekayaan alam. Hal ini harus segera dituntaskan. Jika tidak, republik ini terancam menjadi negara gagal (failed state). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah kondisi bangsa Indonesia saat ini ? 2. Apakah sistem dan format terbaik bangsa ini ? C. Pembahasan a. Kondisi objektif Apakah Indonesia itu? Pertanyaan ini sederhana tetapi mendasar. Indonesia bukan hanya nama sebuah negara, tetapi juga sebuah bangsa yang memiliki sejumlah realitas-obyektif: baik dari segi geografisnya, budayanya, keragaman penduduknya, adat-istiadat dan agamanya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk (plural). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan yang membentang dari Sabang (Aceh, Pulau Sumatera) sampai Merauke (Papua), secara geografis terdiri lebih dari 13.667 pulau. Letak geografisnya di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Hindia/Indonesia dan Pasifik). Negeri yang dilalui garis Kathulistiwa dan demikian luas ini beriklim tropis, dan memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah. Dari sudut demografi, Indonesia berpenduduk sekitar 210 juta jiwa lebih dan berada pada urutan keempat besar dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari sudut kekayaan budayanya, Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multietnis, dengan lebih dari 100 etnis atau subetnis. Tercatat juga 583 bahasa dan dialek lokal di seluruh Indonesia, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Indonesia juga merupakan negara multireligius di mana terdapat berbagai agama, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal-hal di atas adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama), yang secara filosofis terungkap dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Indonesia hadir tidak lepas dari konsep kehadiran sebuah negara-bangsa (nation-state) yang tumbuh dari kesadaran nasionalisme para pejuang dan Bapak Bangsa (the founding fathers). Munculnya kesadaran berbangsa, merupakan satu modal mendasar yang amat penting artinya bagi kehadiran bangsa Indonesia. Di situlah peran nasionalisme hadir dan mewarnai hadir dan berkembangnya sebuah bangsa. Bangsa, menurut Ernest Renan nasionalisme yang pendapatnya sering dikutip Bung Karno itu nasionalisme, hadir karena ada kesamaan nasib dan penderitaan, serta adanya semangat dan tekad untuk berhimpun dalam sebuah national atau bangsa. Lebih jauh Renan berpendapat, bangsa ialah suatu solidaritas besar, yang terbentuk karena adanya kesadaran akan pentingnya berkorban dan hidup bersama-sama di tengah perbedaan, dan mereka dipersatukan oleh adanya visi bersama. b. Permasalahan Sebenarnya hampir tak terjadi lagi perdebatan diantara banyak kalangan bahwa saat ini Indonesia mengalami banyak persoalan, dihadapan kita seolah tanpa filter lagi kita disajikan dengan pelbagi persoalan negeri yang nyaris tanpa penyelesaian, baik persoalan korupsi yang saat ini melibatkan hamper dsetiap lini pemerintahan Indonesia, belum lagi persoalan keadilan yang begitu pandang bulu, apalagi kalau kita menelisik persoalan kesejahteraan rakyat. Maka wajarlah jika ada sebagian anak bangsa yang mempersoalkan dimana letak keberpihakan Negara terhadap rakyatnya ? bahkan beberapa anak bangsa memaksakan mosi tidak percaya terhadap Negara. Saya fikir ini adalah permasalahan yang sangat serius dan musti dicarikan jalan keluarnya. Padahal rasa keadilan masyarakat adalah modal utama memangun bangsa. Menurut Dr Fuad bawazir yang dikutif oleh Taufik Amrulah kecarut marutan situasi Negara ini ditandai dengan tingginya angka kemiskinan, BPS mengumumkan penduduk miskin naik menjadi 17,75 persen atau 39,05 juta orang dengan perhitungan pendapatan perkapita perbulan Rp 152.847 atau Rp 5.095 perhari. Sedangkan tim Indonesia bangkit menghitung jumlah penduduk miskin seesar 20,6 persen atau 45,9 juta orang dengan pendapatan perkapita perbulan Rp. 159.000 atau Rp. 5.300 perhari. Menurut standar PBB miskin berarti berpendapatan 2US atau sekitar Rp 18.000 perhari, dengan ukuran ini jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 122-144 juta orang atau sekitar 5565 persen dari 222 juta penduduk Indonesia. Lalu apa yang musti dilakukan ? dan darimanakah kita mulai membenahinya ? masih menurut Taufik Amrulah, ada tiga persoalan yang mendasar bangsa ini yang harus dibenahi. Pertama, kemandirian bangsa yang semakin tergadai, pemimpin negeri ini bahkan tidak mampu keluar dari pengaruh neoliberalisme yang dianut oleh cabinet ekonomi Indonesia sendiri. Privatisasi sebagai kedok menjual asset pada asing malah terus dilanjutkan, disektor pertambangan masih sangat kuat bahkan terus dilanjutkan seperti renegosisi blok cepu dengan exxonMobile, Freeport dan Newmont. Pulau pulau perbatasan dicaplok bahkan malah diperjualbelikan. Penjajahan gaya baru menandakan bahwa negeri ini tidak pernah benar benar merdeka, bahkan indikasi kembalinya neokolonialisme (the creeping back of neocolonialism) semakin jelas Kedua, kegagalan mengelola transisi reformasi nasional. Masa transisi berkepanjangan sejak reformasi ’98 menjadi persoalan di setiap sector. Pemimpin bangsa di era reformasi gagal melakukan konsolidasi kebangsaan untuk membawa Indonesia take off menjadi salah satu raksasa Asia. Bahkan harus tertingal dari Thailand, Malaysia bahkan Vietnam Ketiga, kelemahan pemimpin yan berkuasa. Tidak dapat dihindari bahwa dominasi asing dan pertarungan kekuasaan di Indonesia amat keras. Itu kenapa mahasiswa Indonesia harus mengidolakan seorang Ahmadinejad yang sederhana tapi kukuh membangun nuklir untuk perdamaian, atau evo mireles dan Hugi chaves yang berani menasionalisasikan asset? Rakyat merindukan hadirnya pemimpin yang punya karakter kuat dan punya visi kebangsaan, sehingga Indonesia kembali disegani sebagai macan Asia. c. Indonesia masa depan, mendaras ulang kemardekaan dan memaknai kembali tujuan berdemokrasi Lebih setengah abad bangsa Indonesia melewati masa masa kemardekaanya. Kemardekaan yang merupakan impian setiap bangsa di kala berada dalam suasana terpenjara, tertindas dan terhegemoni oleh kekuatan luar. Semngat kemardekaan yang mampu memompa adrenalin kepahlawanan untuk gigih berjuang secara frontal dan berkorban dihdapan para penjajah tanpa harus memikirkan nasibnya sendiri. Tatkala kemardekaan diraih dengan semngat nasionalisme, seharusnya kondisi yang mencerahkan pada generasi berikutnya terealisai.namun kenyataannya, alih alih menjadi kenyataan, harapan pun relative tidak terakomodasi. Semngat nasionalisme tidak mampu menghantarkan penerus bangsa ini kealam kehidupan yang lebih baik. Bangsa ini masih tertatih tatih untuk membuktikan dirinya sebagai angsa besar karena semngat perjuangan para pendahuluna. Segudang persoalan masih menganga didepan mata ditambah runtuhnya jati diri bangsa ang kuat dan utuh nyata dipelupuk mata. Kemardekaan lahir dari semangat dan visi kebangsaan yang pada awalnya digagas secara komunal, meneruak menjadi semngat nasionalisme ang utuh dalam dalam makna yang sesungguhnya, yaitu keinginan untuk menjadi bangsa yang merdeka yang diaktualisaikan dengan berdirinya Negara Republik Indonesia lewak simbolisasi sacral momen proklamasi kemardekaan pada 17 agustus 1945. Realita sosial politik memasuki babak baru di bawah naungan pemerintahan yang bercorak republik. Kemerdekaan yang memiliki makna kebebasan untuk menentukan nasib sendiri tak luput kita peroleh Ironisnya, peran penguasa hingga saat ini terkesan tidak perduli pada realitas masyarakat yang semakin jauh meninggalkan cita cita ideal nasionalisme. Kentalnya sikap oportunis politik semakin mengurai ikatan sosial bangsa. Riak riak perlawanan yang mengarah pada sikap separatis berbagai daerah disikapi dengan tidak arif dengan mengedepankan kebijakan tambal sulam dan cenderung militeristik. Bukan kemudian menganalisa penebab perlawanan yang lebih berupa ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik. Ketidak adilan dan cita cita kemerdekaan yang semakin hari semakin menjauh menyebablan sebagian anak bangsa mencoba untuk kembali mengarah luruskan cita cita kemardekaan yang sempat terbelokkan oleh prilaku politik ang culas. Tentunya masih sangat tajam aroma perlawanan kaum muda ‘98 dalam memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan yang sebenarnya. Keruntuhan imperium orde baru memberikan tanda bahwa era baru akan segera tiba, namun harapan tinggalah menjadi harapan, sementara nyatanya masih jauh panggang dari api. Kita kembali disodorkan dengan kondisi kebangsaan yang nyaris tak ada beda dengan ketika soeharto memimpin, sepertinya kita hanya mendapatkan kebebasan dalam hal menyampaikan pendapat (demokasai) sayangnya semnagat demokrasi itu tidak menyentuh substansi dari persoalan masyarakat itu sendiri, yaitu kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi yang melahirkan pilihan pada system perwakilan hanya menghasilakan elit alit tertentu yang memperkuat kecenderungan pola demokrasi elitis yang disinyalir sebelumnya oleh geatano mosca. Demokrasi elitis menegaskan realitas bahwa di setiap masyarakat, pihak pihak tertentu hasil pilihan mayoritas membuat keputusan keputusan besar. Dalam konteks ini, oligarki kekuasaan bermetamorfosa dalam bentuk baru dan senantiasa hadir setiap saat. Bakan sulit mengatur pemerintahan tanpa menerima keberadaan seorang atau sekelompok mayoritas masyarakat atau sekedar mengajak partisipasi masyarakat dalam suatu urusan public (Fahri Hamzah 2010 : 81) Sebenarnya demokrasi bukan sekedar ajang prosedural di mana masyarakat hanya berkutat pada hiruk pikuk imabas kebijakan alam demokrasi, mulai dari terbukanya akses demokrasi langsung lewat pemilhan umum langsung, ataupun penyebaran dan akses informasi yang lebih merata di ruang public serta sikap kritis lebaga lembaga sosial kemasyarakatan dalam menganalisa setiap tindak tanduk penyelenggara Negara. Namun, juga sikap kerelaan untuk berkorban dan mengedepankan kepentingan bersama dan kelompok. Memang bukan persoalan mudah untuk mewujudkan demokrasi yang bersifat substansial dengan tujuan tujuan mulia yang dikandungnya. Negara dan rakyat adalah dua penopang utama demokrasi yang saling mengawal sikap satu sama lain. Jika kita lelah dengan kehidupan demokrasi yang cenderung lambat dan memakan korban, maka kitapun lebih lelah dengan kehidupan otoriter yang tidak sekedar mengancam kehidupan kita, namun juga generasi-generasi masa depan Kita memaklumi kekecewaan sebagian pihak yang memandang euphoria reformasi tidak sekedar membawa berkah, namun juga bencana bagi segelintir orang yang kalah dalam pertarungan politik yang mengikuti alur demokrasi. Alam demokrasi memungkinkan peran dan partisipasi rakyat yang lebih besar dalam lingkup kekuasaan. Kekuasaan adalah amanah berdasarkan kebebsan dan kedaulatan rakyat yang diembankan di atas pundak para pengelola Negara, berbagai kebijakan sosial dan politik ang dikeluarkan oleh Negara memperoleh porsi ang besar untuk menuai tuntutan tanggung jawab dan kritik. Lebih dari itu, penyelewangan atas tanggung jawab dan kebijakan yang tidak memiliki imbas positif dan merata pada sekuruh rakyat, akan menuai sanksi sosial dan politik dari rakyat. Dalam literatur politik yang mengusung niali dan makna demokrasi, demokrasi memang cenderung menghasilkan sebuah proses yang lambat. Sebab proses tersebut sarat dengan dialog, kompromi, konspirasi, kompensasi hingga konsesus tanpa henti. Demokrasi bagi para pengagumnya membutuhkan kesabaran dan keuletan politik dengan tetap menyisakan ruang publik yang menata hubungan antar individu atau antara pihak yang diperintah dengan penguasa. Memilih demokrasi berarti menyiapkan diri untuk bersabar pada sebuah proses yang terkadang melelahkan. Situasi inilah yang sedang berlangsung, di mana pertumbuhan ekonomi terasa lambat dan tak berbekas pada tataran ekonomi rill dengan konsekuensi penurunan tingkat kesejahteraan rakyat sebagai taruhan. Pemilu yang langsung, media masa dan organisasi kemasarakatan yang kritis hanyalah imbas dari berkah demokrasi dan bagian dari demokrasi prosedural serta bukanlah hakikat dari demokrasi itu sendiri, sebab hakikat dari demokrasi itu sendiri masih membuka ruang untuk beradu argumentasi tentang tafsirnya. Namun selama nilai nilai kebebasan, persamaan dan persaudaraan belum berimbas pada kesejahteraan rakyat, selama itu pula demokrasi hanyalah lip service. D. Penutup (kesimpulan) Adalah sebuah harapan dan cita cita kolektif mayarakat bangsa ini menuju keadilan sosial serta persamaan atas hak dan sebagainya, tentunya kita tidak menginginkan bahwa bangsa ini kembali terjerumus pada masa kelam pasca kemardekaan, sebab adalah tugas bersama kita mengembalikan cita cita kemardekaan yang pernah di gagas oleh para pendiri bangsa ini. Kita tentu menyadari bahwa bukanlah sesuatu yang mudah untuk mewujudkannya, namun bukanlah mental pemuda sikap berputus asa dan menghindar dari tanggung jawab sejarah. Setidaknya dari generai ke generasi kaum muda muncul memaninkan peran kepahlawanan, walaupun tak setuntas yang diharapkan setidaknya mereka berani berbuat. Meski demikian, apa pun yang terjadi dengan bangsa Indonesia dewasa ini, Indonesia adalah tanah kelahiran kita. Di Bumi Pertiwi inilah sejarah Indonesia diukir oleh nenek moyang dengan tetesan keringat dan nyawa sebagai taruhannya. Dan tugas kita sebagai generasi muda adalah melanjutkan spirit perjuangan para pendahulu untuk mengubah nasib bangsa ini lebih baik. Terakhir, simpanlah kenanganmu masa lalu dan lapisi itu dengan baja, selama masih ada semngat untuk melakukan perlawan, dan selama masih ada tirani yang musti kau lawan, maka selama itu pula masih ada momentum kepahlawanan yang bisa dimainkan dan masih ada sejarah baru yang layak untuk ditulis. E. Daftar Pustaka Amrullah Taufik, 2008. KAMMI Menuju Muslim Negarawan meretas kebangkitan Indonesia. Jakarta : Muda cendikia Hamzah Fahri,2010. Negara, Pasar dan Rakyat. Jakarta : Faham Indonesia Diana Rima, 2008. Bergerak melawan perubahan. Malang :Intrans Publising Malang Arif rahman hakim. Mengeja Indonesia maa depan Diakses di google pada 13 juni 2012 Diakes di http://www.setneg.go.id Sekretariat Negara Republik Indonesia 10 June, 2012, 11:26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar